Belajar Dari Hong Kong
SATU juta warga Hong Kong turun ke jalan. Mereka tolak RUU Extradisi China. That's people power.
Narasi yang terbangun melalui grup-grup whatsapp menjadi "Orang Hong Kong saja anti China".
Hari ini, ada oknum menyebarkan hoax. Soal "Posko PKI di Glodok". Padahal itu foto Generasi Angkatan 66 Sumatera Utara mendirikan Posko Perlawanan Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Depan Mesjid Bengkok Medan.
One day in 2016, di debat kandidat capres, Donald Trump menyerang pemerintah China. Kata "China" dimention 12x.
Fox News merespons gembira. Mereka kirim chicken-shit reporter ke China Town di New York. Making fun elderly Chinese.
Ronny Chieng dan Trevor Noah dari Daily News mengecam. Mereka balas dengan tayangan "The O'Reilly Factor Gets Racist in Chinatown".
Bagi mereka, perilaku Fox News tidak bisa ditoleransi, stupid dan absurd. China sebagai negara berbeda dengan "China Town" di New York yang dihuni Warga Negara Amerika keturunan Chinese.
Lebih gilanya, Fox News menyamakan Karate, Tae Kwon Do Dojo dan Mr Miyagi sebagai Chinese. Mr Miyagi adalah tokoh dalam film "Karate Kid" yang diperankan Noriyuki "Pat" Morita, aktor Amerika keturunan Jepang.
Kaum rasis memang dungu. Mereka tidak bisa membedakan China, Chinese, Tionghoa dan China Town. Tetap saja, mereka merasa paling hebat. Do not need anyone else.
Trump bisa menang mutlak seandainya tidak ada element Ku Klux Klan dan White Supremacy di barisan supporters. Begitu pula Hillary Clinton kalah akibat perilaku pengikutnya yang agresif, hipokrit, Go-block dan irasional.
Rasisme sebagai manuver politik berulang kali gagal total memberi kemenangan. Dia berbeda dengan patriotisme. Tidak ada orang sehat yang mau diajak ikut-ikutan membenci.
Narasi "Orang Hong Kong saja anti China" dan provokasi Posko PKI di Glodok punya tendensi serupa.
Seandainya element ini hendak menyatakan diri sebagai rasis Anti China, maka I must conclude; don't cha worry, indeed the whole world knows that you are.
Tetapi bila menginginkan perubahan maka narasinya mesti diubah i.e. Belajar dari orang Hong Kong yang bahkan berani melawan rezim komunis terkuat di dunia.[***]
Penulis merupakan kolumnis, aktivis Komunitas Tionghoa Antikorupsi
from RMOLBanten.com http://bit.ly/2R7m7F4
via gqrds
Narasi yang terbangun melalui grup-grup whatsapp menjadi "Orang Hong Kong saja anti China".
Hari ini, ada oknum menyebarkan hoax. Soal "Posko PKI di Glodok". Padahal itu foto Generasi Angkatan 66 Sumatera Utara mendirikan Posko Perlawanan Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Depan Mesjid Bengkok Medan.
One day in 2016, di debat kandidat capres, Donald Trump menyerang pemerintah China. Kata "China" dimention 12x.
Fox News merespons gembira. Mereka kirim chicken-shit reporter ke China Town di New York. Making fun elderly Chinese.
Ronny Chieng dan Trevor Noah dari Daily News mengecam. Mereka balas dengan tayangan "The O'Reilly Factor Gets Racist in Chinatown".
Bagi mereka, perilaku Fox News tidak bisa ditoleransi, stupid dan absurd. China sebagai negara berbeda dengan "China Town" di New York yang dihuni Warga Negara Amerika keturunan Chinese.
Lebih gilanya, Fox News menyamakan Karate, Tae Kwon Do Dojo dan Mr Miyagi sebagai Chinese. Mr Miyagi adalah tokoh dalam film "Karate Kid" yang diperankan Noriyuki "Pat" Morita, aktor Amerika keturunan Jepang.
Kaum rasis memang dungu. Mereka tidak bisa membedakan China, Chinese, Tionghoa dan China Town. Tetap saja, mereka merasa paling hebat. Do not need anyone else.
Trump bisa menang mutlak seandainya tidak ada element Ku Klux Klan dan White Supremacy di barisan supporters. Begitu pula Hillary Clinton kalah akibat perilaku pengikutnya yang agresif, hipokrit, Go-block dan irasional.
Rasisme sebagai manuver politik berulang kali gagal total memberi kemenangan. Dia berbeda dengan patriotisme. Tidak ada orang sehat yang mau diajak ikut-ikutan membenci.
Narasi "Orang Hong Kong saja anti China" dan provokasi Posko PKI di Glodok punya tendensi serupa.
Seandainya element ini hendak menyatakan diri sebagai rasis Anti China, maka I must conclude; don't cha worry, indeed the whole world knows that you are.
Tetapi bila menginginkan perubahan maka narasinya mesti diubah i.e. Belajar dari orang Hong Kong yang bahkan berani melawan rezim komunis terkuat di dunia.[***]
Penulis merupakan kolumnis, aktivis Komunitas Tionghoa Antikorupsi
from RMOLBanten.com http://bit.ly/2R7m7F4
via gqrds
0 Response to "Belajar Dari Hong Kong"
Posting Komentar