Pilihan Jokowi Di Kabinet Jomin, Bisa Jadi?

SEJUMLAH partai pendukung 01 belakangan sudah mulai bermanuver mengajukan kader partai terbaiknya menduduki kursi empuk menteri di kabinet Jokowi-Maruf Amin.

Baik partai yang lolos maupun tidak lolos Parliamentary Threshold (PT) 2019 menebar pesona dan ada juga dengan nada tekanan.

Sebut saja koalisi Jomin singkatan Jokowi-Maruf Amin yang dimulai dari PDI Perjuangan, Golkar, PKB, Nasdem dan PPP yang lolos PT. Sisanya Perindo, PBB, PSI, PKPI dan Hanura. Walaupun tidak lolos PT tapi suara mereka nyaring dalam mensuksekan petahana duduki kembali singgasana RI 1 dan mengantakan RI 2.

Perebutan kursi di pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin makin menjadi perhatian publik. Panas dan menegangakan bagi sebagian orang. Saling sindir pimpinan parpol pun terlontar ke publik lewat media massa maupun media sosial dan mejadi perhatian publik.

Data KPU partai lolos PT terdiri PDI-P(19,33 persen), Gerindra (12,57 persen), Golkar (12,31 persen), PKB (9,69 persen), Nasdem 9,05 persen, PKS 8,21 persen, Demokrat 7,77 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen.

Yang tidak lolos PT adalah Perindo 2,67 persen, Berkarya 2,09 persen, PSI 1,89 persen, Hanura 1,54 persen, PBB 0,79 persen, Garuda 0,50 persen dan PKPI 0,22 persen.

Pertarungan 01 Vs 02 pun menguap seiring hasil Mahkamah Konstitusi (MK).

Polemik sengkarut KPU, kematian ratusan petugas KPPS, kematian di aksi demo 21 dan 22 Mei seakan tidak menarik lagi, tersedot pada komposisi kabinet Jomin ini.

Terlebih partai-partai diluar koalisi Jomin seperti Demokrat dan PAN yang mulai goyang liat lontaran kursi lain dari luar partai pendukung.

Sontak saja, sejumlah elit politik merekapun sekarang mulai memuji-muji Jokowi.

Pun dengan Gerindra sebagai keukatan utama oposisi tidak lepas dari rayuan maut, dan sempat menimbulkan kemarahan pendukungnya di jagat net, karena ada wacana gabung dengan pemerintahan.

Yang konsisten sepi dari manuver dan menyatakan kesetiannya bersama Prabowo-Sandi sebagai oposisi adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

PKS tegas oposisi harus ada sebagai check and balance penguasa.

Kembali ke awal, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menginginkan 10 kursi menteri kepada presiden petahana. Dengan berbagai alasan, salah satunya dukungan NU tidak gratis.

Keinginan partai besutan Cak Imin panggilan Muhaimin Iskandar ini tak ayal mendapat beragam respon dari partai pendukung.

Tak mau kalah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga memenyiapkan orang untuk 11 kursi meteri. Pertimbangan kenaikan perolehan suara yang signifkan di Pemilu kali ini bisa menjadi salah satu alasannya.

Sementara PDIP dan Golkar terlihat lebih soft walaupun sebenarnya menginginkan kursi yang lebih banyak juga. Ucapan mereka tekesan basa-basinya 'diserahkan kepada presiden Jokowi'.

Pun dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang untuk kali ini cukup tahu dan bisa mengukur diri.

Secara empiris, sejumlah partai besar dipastikan akan mengisi jabatan kementerian strategis petahana.

Itu yang dianggap akan menjadi prioritas Presiden Joko Widodo dalam memilih para pembantunya.

PDIP, PKB, Nasdem dan Golkar akan menjadi perhatian utamanya.

Pak Presiden pun akan tarik ulur terhadap posisi calon menteri dengan perwakilan parpol yang disebut tadi.

Sisi lain, Jokowi akan berpikir keras dengan parpol koalisi Jomin yang perolehan suara rendah, tak lolos parlemen, bahkan parpol baru yang perdana merasakan Pemilu 2019, mendapat posisi yang bagus.

Presiden Jokowi bukan orang yang melupakan jasa dan perjuangan para parpol kecil dalam memenangkannya melenggang ke periode kedua.

Menengok Pilpres 2014, Jokowi menampung banyak partai pendukung dan relawan yang mensukseskan di Pilpres di posisi penting, minimal Komisaris.

Berdasarkan pengalaman itu, Jokowi selalu menempatkan para 'pejuang' pemenangan di posisi tertentu, baik di dalam pemerintahan maupun di luar.

Bahkan kebijakan Jokowi yang menempatkan sosok tim pemenangan di luar parpol besar sebagai komisaris di salah satu perusahaan negara setelah dianggap sukses mensuksekannya di pemilu 2014 silam.

Sekali lagi, Bisa dilihat pada Pemilu 2014, yang sudah berkeringat memenangkan Jokowi hampir semuanya dapat jabatan dan posisi.

Bahkan peran yang kecil saja, main lewat opini publik via twiter mendapat jabatan strategis komisaris. Apalagi sekarang, permintaan partai pendukung besar sudah terlempar ke publik dan partai yang tidak lolospun mempunyai peran yang signifikan.

Belum lagi jaringan relawan yang banyak bertebaran dan jasanya tidak juga kecil mengantarkan Jokowi kembali menduduki kursi RI 1. Itu baru relawan Jokowi. Masih ada relawanKiai Maruf dengan platfom NU yang merasa sukses mengantarkan kiai asal Banten itu.

Sebelum tanggal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang. Pak Jokowi pun akan berpusing ria dengan kandidat calon pembantunya.

Tahun 2014, Jokowi punya jalan keluar untuk melempar calon-calon yang tidak masuk bidikannya. Yaitu lewat rapor merah, kuning, hijau Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK). Walau setelah itu, rapor KPK pun tidak dipakai lagi.

Nah, sekarang Pak Jokowi mau pakai instrumen apa untuk memilih dan melempar calon-calon menteri yang tidak dikehendakinya.

Apakah mekanisme rapor KPK, bisa jadi.

Mekanisme lain, bisa jadi juga.

Ini hanya Jokowi dan orang terdekatnya yang tahu. Atau pakai orang terdekatnya, masuk akal dan bisa jadi juga.

Lantas siapa orang terdekatnya? semua merasa mengaku dekat dengan Jokowi. Sehingga semua pada pede dapat jatah kekuasaan.

Selamat memilih calon pembantu ya, Pak. Mau pakai orang dekat atau pakai instumen lainnya. Akhirnya pak presiden yang menentukan dengan preogratif-nya.

Bagus akan jadi ibadah, jelek akan dicatat orang. Dah itu Saja.

Wallahualam bis Shawab. [***]


from RMOLBanten.com https://ift.tt/2YHqLN3
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pilihan Jokowi Di Kabinet Jomin, Bisa Jadi?"

Posting Komentar