Konser Rakyat Banten Di Lampu Merah

JIKA ingin melihat konser rakyat di ulang tahun Banten, lihat lah lampu merah. Lampu merah adalah panggung, penuh hiasan dan aksesoris.

Selain foto para politisi, artis dan pejabat tinggi, kita bisa melihat lambang kota, hingga visi misi. Semua eksis di lampu merah.

Tunggu dulu, kemeriahan lampu merah kan cuma tampilan fisik. Coba kita lihat tampilan sosialnya, kemiskinan juga ramai ikut menampakkan diri. Begitulah pembangunan, sering kali menampakkan kebanggaan tapi juga sering menyisakan kesedihan.

Lampu merah kini berevolusi. Dari sekedar pengatur antrian sejak ditemukan oleh Lester Farnsworth Wire dan dikembangkan oleh Garrett Morgan, kini dihiasi oleh angka-angka berhitung mundur. Di kota-kota besar saat ini, malah dilengkapi CCTV dan speaker.

Layaknya panggung konser, penuh kemeriahan dan ramai. Karena strategis, ia menjadi tempat paling seksi untuk bertransaksi, promosi, sosialisasi danberdemonstrasi.

Intinya, potret kemajuan, kondisi sosial dan peradabansuatu daerah, terindikasi di lampu merah perkotaan, termasuk kemiskinan.

Intensifikasi infrastuktur, mengundang pelaku ekonomi berinvestasi. Target investasi Banten tahun 2019 adalah sekitar 75 Triliun. Cukup optimistis.

Namun, perkembangan usaha formal faktanya tidak mampu menyerap pekerja berpendidikan rendah.

Karena tidak terserap usaha formal, mereka ramaikan lampu merah. Lebih kompleks, mereka sampai melibatkan anak. Raja kecil dalam bisnis di lampu merah selalu ada, hanya tak pantas bagi kita menduga-duga. Sulit juga menyalahkan mereka. Sementara waktu, hanya itu kesempatan hidup mereka.

Pemerintah pastinya sudah bekerja melalui tim terpadu Dinas Sosial, Satpol PP, Kepolisian dan lembaga lainnya. Tim ini menjaring, memberi pelatihan dan penyuluhan, termasuk memberi keahlian produksi dan menyantuni. Tapi seumur waktu, mereka akan kembali ramai di lampu merah.

Ini terjadi mungkin karena persoalan utamanya belumtersentuh, yaitu akses terhadap kegiatan ekonomi formal. Mereka harus dibantu akses terhadap pasar, disalurkan keindustri, atau dilibatkan pada program produktif di sektorformal.

Kegiatan pelatihan usaha memang penting. Tapi kesulitanutama usaha baru dan informal, terletak pada sulitnya masuk kepasar formal, yang dikuasai pemain lama.

Karena tidak ada pilihan lain, lampu merah adalah akses yang paling encer”difahami rakyat miskin perkotaan.

Sejatinya, pertumbuhan ekonomi wilayah yang tidak diiringi pemerataan dan penciptaan kerja baru, akan menyisakankesenjangan dan efek sosial lainnya. Tentu tidak mudah mengelola pembangunan.

Namun arah pembangunan yang pro-growth juga harus diiringi kebijakan yang pro-poor.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian padas isi kemanusiaan di lampu merah. Bukan hanya pada peforma fisiknya saja.

Kita semua pasti tidak mau berlama-lama menonton konser kemiskinan” sambil menungu lampu merahberubah hijau. Menatap waktu mundur, lalu tertulis Selamat Ulang Tahun Banten?”.

Efi Syarifudin

Pengurus Pro-poor and Philanthropy Studies (POROS) FEBI UIN Banten


from RMOLBanten.com https://ift.tt/2obIxuu
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konser Rakyat Banten Di Lampu Merah"

Posting Komentar