P2TP2A Tangani 63 Kasus Kekerasan Anak
RMOLBANTEN. Prihatin tingginya kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak. Pemkot Serang minta keterlibatan berbagai pihak untuk menekan kasus tersebut.
Demikian disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang, Tubagus Entus Mahmud Sahiri usai membuka sosialisasi Perlindungan Anak dan Perempuan dari Kekerasan dan Pelecehan Seksual yang digelar Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang di Aula Tb Suwandi, Kamis (21/11).
Saat ini, kata Entus, keluarga korban atau warga yang tidak ingin melaporkan kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak karena tidak mau memperpanjang masalah.
"Para orang tua enggan melaporkan ketika terjadi kekerasan terhadap anak karena berpikir lebih baik menutup aib keluarga dan takut dilibatkan sebagai saksi, apalagi berhubungan dengan aparat penegak hukum," ungkap Entus.
"Padahal kalau terjadi kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak harus ditangani dengan serius. Kalau dibiarkan persoalan kekerasan terhadap anak menjadi besar dan banyak," ujar Entus.
Entus menyadari kekerasan terhadap anak masih cukup memprihatinkan. Bahkan pihaknya, masih mendapatkan laporan pada tahun 2019 ini, terjadi 106 kasus kekerasan terhadap anak.
"Nah oleh karena itu DKBP3A mengundang kepala sekolah SMP dan guru untuk diberikan pengetahuan tentang pentingnya melindungi anak dari kekerasan. Baik kekerasan di rumah tangga maupun kekerasan seksual," katanya.
Bahkan, Entus berkeinginan sosialisasi tentang perlindungan anak bisa dimaknai lebih luas lagi. Agar kepala sekolah, guru, dan orang tua harus melindungi para anak secara fisik dan mentalnya.
"Juga hak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik serta mendapatkan proses kegiatan belajar dan mengajar yang baik," terangnya.
Entus meminta kepala sekolah maupun guru agar lebih peka terhadap lingkungan sekolahnya masing-masing.
"Kalau ada indikasi yang dilakukan oknum pendidik harus segera dilaporkan," tegas Sekda.
Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) pada DKBP3A Kabupaten Serang, Iin Adillah mengatakan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual mayoritas korbannya dari pelajar SD, SMP, dan SMA. Bahkan, pelakunya juga banyak dari kalangan pelajar atau guru.
"Bahkan ada kepala sekolah juga. Makanya DKBP3A merasa penting melakukan sosialisasi Perda Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perlindungan Anak Kabupaten Serang," ujarnya.
Terkait wilayah yang jumlah kasusnya tertinggi, Iin menuturkan berada di Kecamatan Cikeusal, Cinangka, Waringinkuruang, Kramatwatu, dan wilayah Serang timur. Sedangkan kasus pada tahun 2019 yang ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Serang terdapat puluhan.
"Yang sudah ditangani P2TP2A ada 63 kasus untuk kasus anak," terang Iin.
Iin membeberkan, terjadinya pelecehan seksual atas pengaruh dari media sosial atau menonton video porno dengan hasrat ingin merasakan yang sudah dilihatnya. Oleh karena itu, Dia berharap, kepala sekolah dan guru yang mengikuti sosialisasi menjadi contoh teladan terhadap anak atau para siswa-siswi.
"Sosialisasi ini bentuk kegiatan lain dalam upaya pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak," tandasnya. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/337QW0o
via gqrds
Demikian disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang, Tubagus Entus Mahmud Sahiri usai membuka sosialisasi Perlindungan Anak dan Perempuan dari Kekerasan dan Pelecehan Seksual yang digelar Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang di Aula Tb Suwandi, Kamis (21/11).
Saat ini, kata Entus, keluarga korban atau warga yang tidak ingin melaporkan kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak karena tidak mau memperpanjang masalah.
"Para orang tua enggan melaporkan ketika terjadi kekerasan terhadap anak karena berpikir lebih baik menutup aib keluarga dan takut dilibatkan sebagai saksi, apalagi berhubungan dengan aparat penegak hukum," ungkap Entus.
"Padahal kalau terjadi kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak harus ditangani dengan serius. Kalau dibiarkan persoalan kekerasan terhadap anak menjadi besar dan banyak," ujar Entus.
Entus menyadari kekerasan terhadap anak masih cukup memprihatinkan. Bahkan pihaknya, masih mendapatkan laporan pada tahun 2019 ini, terjadi 106 kasus kekerasan terhadap anak.
"Nah oleh karena itu DKBP3A mengundang kepala sekolah SMP dan guru untuk diberikan pengetahuan tentang pentingnya melindungi anak dari kekerasan. Baik kekerasan di rumah tangga maupun kekerasan seksual," katanya.
Bahkan, Entus berkeinginan sosialisasi tentang perlindungan anak bisa dimaknai lebih luas lagi. Agar kepala sekolah, guru, dan orang tua harus melindungi para anak secara fisik dan mentalnya.
"Juga hak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik serta mendapatkan proses kegiatan belajar dan mengajar yang baik," terangnya.
Entus meminta kepala sekolah maupun guru agar lebih peka terhadap lingkungan sekolahnya masing-masing.
"Kalau ada indikasi yang dilakukan oknum pendidik harus segera dilaporkan," tegas Sekda.
Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) pada DKBP3A Kabupaten Serang, Iin Adillah mengatakan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual mayoritas korbannya dari pelajar SD, SMP, dan SMA. Bahkan, pelakunya juga banyak dari kalangan pelajar atau guru.
"Bahkan ada kepala sekolah juga. Makanya DKBP3A merasa penting melakukan sosialisasi Perda Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perlindungan Anak Kabupaten Serang," ujarnya.
Terkait wilayah yang jumlah kasusnya tertinggi, Iin menuturkan berada di Kecamatan Cikeusal, Cinangka, Waringinkuruang, Kramatwatu, dan wilayah Serang timur. Sedangkan kasus pada tahun 2019 yang ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Serang terdapat puluhan.
"Yang sudah ditangani P2TP2A ada 63 kasus untuk kasus anak," terang Iin.
Iin membeberkan, terjadinya pelecehan seksual atas pengaruh dari media sosial atau menonton video porno dengan hasrat ingin merasakan yang sudah dilihatnya. Oleh karena itu, Dia berharap, kepala sekolah dan guru yang mengikuti sosialisasi menjadi contoh teladan terhadap anak atau para siswa-siswi.
"Sosialisasi ini bentuk kegiatan lain dalam upaya pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak," tandasnya. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/337QW0o
via gqrds
0 Response to "P2TP2A Tangani 63 Kasus Kekerasan Anak"
Posting Komentar