Sengketa Lahan UIN Jakarta, Ini Penjelasan Rinciannya
TANGSEL – Penggusuran yang dilakukan Kejaksaan Negeri Tangerang untuk kepentingan pembangunan kampus Islam ternama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Ciputat sudah berlangsung lama.
Sejak 2013 lalu penggusuran tersebut sudah menyasar perumahan dosen UIN dan rumah-rumah warga yang ada di dekatnya. Kini, tampak rumah-rumah tersebut hanya sebatas puing-puing bangunan saja.
Hingga 2017, 2018, sampai sekarang penggusuran itu masih terus berlanjut meluas sampai ke perumahan Puri Intan, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur. Dan mulai besok akan segera dieksekusi.
Sementara hasil dari penggusuran-penggusuran sebelumnya telah dibangun beberapa gedung, seperti gedung fakultas Ekonomi, Fakultas Adab dan Humaniora, Asrama Putri Kedokteran, dan Asrama yang lain.
Diluar pembangunan itu, tidak sedikit yang memandang bahwa UIN itu kejam, tak punya hati nurani, kampus Islam namun tak mencerminkan syariat Islam, tak punya rasa kemanusiaan, dan lain sebagainya akibat penggusurannya itu.
Seperti yang dikatakan korban gusur Bambang Sugiarso. Menurut dia, pihak kampus UIN seperti tidak mempunyai hati lantaran tidak memberikan kompensasi dan ganti rugi atas rumah yang digusurnya.
“Kami ini kan kebanyakan yang terkena gusuran orang-orang tua semua, pensiunan. Lah kita mau hidup dimana lagi kalau tempat bernaung kita digusur. Sudah gitu ga ada kompensasi dan ganti rugi pula,” ungkap Bambang saat ditemui dikediamannya, Selasa (9/12/2019).
Berdasarkan keluhan warga tersebut, Ketua Kuasa Hukum UIN Sulaiman Sembiring menjelaskan, penggusuran itu ibarat pemerintah mau mengambil kembali haknya, yaitu tanah tersebut. Karena, kata dia, lahan tersebut adalah milik negara berdasarkan Surat Keputusan dari Mahkamah Agung.
Kenapa warga tersebut tinggal di tanah negara itu, Sulaiman memaparkan, karena dulu ada oknum bernama Syarif Sudiro yang menjual tanah negara itu kepada warga.
Syarif Sudiro sendiri adalah anggota dari Yayasan Pendidikan Madrasah Islam Indonesia (YPMII) yang dibawah Kementerian Agama. Dia memerintahkan Bachtiar Effendy untuk menjual tanah negara itu.
Pada akhirnya, Syarif Sudiro pun dipenjara karena telah melakukan tindak pidana merugikan negara atau korupsi. Sampai akhir hayatnya Sudiro menetap di bui. Sedangkan Bachtiar Effendy sampai saat ini masih tidak diketahui kabarnya.
Sulaiman menjelaskan, bukti kepemilikan seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) sejumlah warga atas bangunannya yang digusur itu pun lantaran tidak dimilikinya. Mereka hanya memiliki Kta Jual Beli (AJB).
“Ibaratnya gini, Jualan beli mobil misalkan. Nah yang berlaku dari mobil itu kan STNKnya bukan surat jual belinya. Atau contoh lain, saya punya motor lalu dipinjamkan ke mas, nah ujug-ujug mas menjualnya atau sudah menjual barang yang bukan miliknya itu ke orang lain tanpa STNK dan surat lainnya. Sedangkan pas ketemu saya mau mengambil lagi motor itu dengan STNK di tangan saya. Apakah saya salah?,” tanya Sulaiman, Rabu (11/12/2019).
Menurut Sulaiman, memang dalam hal penggusuran itu yang menjadi korban adalah penipuan adalah warga.
Lanjut dia, sebetulnya pihak UIN sudah menawarkan ganti rugi atas bangunannya itu, namun warga meminta dengan harga Rp.50 juta. Dari harga itu pihak UIN tidak menyanggupinya.
“Bukan hanya itu kita juga tawarkan transportasi atau lainnya untuk mengangkut barang-barangnya itu. Tapi warganya sendiri yang tidak menjawab,” pungkasnya.
(Ihy/Red)
0 Response to "Sengketa Lahan UIN Jakarta, Ini Penjelasan Rinciannya"
Posting Komentar