Karena Keris Diponegoro
RMOLBANTEN. Kabar gembira itu kini menuai perdebatan. Antara lain, apakah yang dikembalikan itu adalah benar-benar keris Pangeran Diponegoro yang digondol Belanda?
Kening awam berkernyit. Tertekuk-tekuk. Kini ada dua keris yang dibicarakan. Keris Naga Siluman dan Keris Nagasasra. Belum tertutup kemungkinan, nama-nama keris yang dikatakan sakti mandraguna lainnya akan segera bermunculan. Milik pangeran ini dan pangeran itu.
Konon, keris yang dimiliki Pangeran Dipnegoro adalah Keris Naga Siluman. Tetapi konon pula yang dikembalikan Keris Nagasasra.
Saya yang awam tak paham.
Tapi soal keris milik Pangeran Diponegoro ini mengingatkan saya pada seorang sahabat dari Timor Leste, Bung Jose. Nama lengkapnya, Jose Antonio Belo. Wartawan senior dari negeri tetangga Timor Leste.
Di era revolusi fisik, Bung Jose menjadi bagian dari kelompok insurgency. Beberapa kali ditangkap pasukan ABRI. Beberapa kali bisa melarikan diri.
Saya pernah mengatur reuniâ Bung Jose dengan seorang mantan perwira tinggi ABRI. Sang pati masih ingat Jose. Jose pun sudah barang tentu demikian.
Mereka tertawa-tawa dalam pertemuan itu. Mengenang masa-masa yang telah lalu. Senang melihatnya.
Bung Jose juga pernah memperkenalkan saya kepada Jenderal Taur Matan Ruak, saat ia masih menjadi Panglima Tentara Timor Leste. Bung Jose lah yang berbisik kepada saya bahwa Jenderal Matan Ruak akan segera mengundurkan diri dari posisi tertinggi di tentara Timor Leste untuk maju dalam pemilihan presiden.
Dan, Jenderal Taur Matan Ruak yang punya mata seperti elang itu menang dalam pilpres 2012. Ia menjadi kepala negara sampai 2017.
Kemudian, sejak 2018 sampai akhir Februari lalu ia menjadi Perdana Menteri Timor Leste.
Suatu hari Bung Jose kembali mengunjungi Jakarta. Kepada saya dia berkata, hendak menemukan senjata milik Nicolau dos Reis Lobato.
Lobato adalah pejuang suci Timor Leste. Lahir di Bazarete, Liquisa, 24 Mei 1946, ia merupakan salah seorang pendiri ASDT yang kelak bermetamorfosis menjadi Fretelin.
Setelah Portugis memutuskan angkat kaki dari Timor Leste, Fretelin memproklamasikan kemerdekaan negara di sisi timur Pulau Timor itu. Pada 25 November 1975 Lobato diangkat sebagai Perdana Menteri. Lalu menjadi Presiden seminggu kemudian sampai Desember 1978.
Jabatan Perdana Menteri dilepaskannya pada 7 Desember 1978. Sementara 31 Desember di tahun itu juga, ia tewas dalam sebuah pertempuran di pedalaman Timor Leste.
Jenazahnya dibawa ke Dili. Tapi senjatanya tidak ditemukan.
Senjata inilah yang hendak ditemukan sahabat saya, wartawan senior Timor Leste, penyuka rendang, Bung Jose.
Apakah Bung Jose tahu ciri-ciri senjatanya, tanya saya.
Bung Jose menjelaskan satu dua detil, yang sekarang saya sudah lupa. Belum lagi, saya pun awam soal senjata.
Saya ajak Bung Jose ke Museum Satria Mandala di Jalan Jenderal Gatot Subroto. Bangunan ini diresmikan sebagai museum di tahun 1972. Sebelumnya gedung ini dikenal sebagai Wisma Yaso, kediaman Ratna Sari Dewi Sukarno.
Selama 18 bulan terakhir hidupnya, dihabiskan Bung Karno sebagai tahanan di Wiswa Yaso ini setelah ia diizinkan meninggalkan Bogor yang dingin. Bung Karno menghembuskan nafas terakhir di RSPAD Gatot Subroto, 21 Juni 1970.
Saya dan Bung Jose mengamati satu persatu senjata yang dipamerkan di museum itu. Dia lebih paham soal senjata. Beberapa kali dia berhenti, menjelaskan satu dua senjata, yang kini saya pun sudah lupa.
Saya tak tahu pasti apa yang dicari. Sampai di ujung waktu, Bung Jose berkata: tidak ada di tempat ini.
Ini cerita di tahun 2011. Saya tak tahu apakah setelah itu upaya menemukan senjata Lobato masih terus dilakukan.
Atau jangan-jangan sudah ditemukan.
Bung Jose, tolong ceritakan. [dzk]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/336LJHS
via gqrds
Kening awam berkernyit. Tertekuk-tekuk. Kini ada dua keris yang dibicarakan. Keris Naga Siluman dan Keris Nagasasra. Belum tertutup kemungkinan, nama-nama keris yang dikatakan sakti mandraguna lainnya akan segera bermunculan. Milik pangeran ini dan pangeran itu.
Konon, keris yang dimiliki Pangeran Dipnegoro adalah Keris Naga Siluman. Tetapi konon pula yang dikembalikan Keris Nagasasra.
Saya yang awam tak paham.
Tapi soal keris milik Pangeran Diponegoro ini mengingatkan saya pada seorang sahabat dari Timor Leste, Bung Jose. Nama lengkapnya, Jose Antonio Belo. Wartawan senior dari negeri tetangga Timor Leste.
Di era revolusi fisik, Bung Jose menjadi bagian dari kelompok insurgency. Beberapa kali ditangkap pasukan ABRI. Beberapa kali bisa melarikan diri.
Saya pernah mengatur reuniâ Bung Jose dengan seorang mantan perwira tinggi ABRI. Sang pati masih ingat Jose. Jose pun sudah barang tentu demikian.
Mereka tertawa-tawa dalam pertemuan itu. Mengenang masa-masa yang telah lalu. Senang melihatnya.
Bung Jose juga pernah memperkenalkan saya kepada Jenderal Taur Matan Ruak, saat ia masih menjadi Panglima Tentara Timor Leste. Bung Jose lah yang berbisik kepada saya bahwa Jenderal Matan Ruak akan segera mengundurkan diri dari posisi tertinggi di tentara Timor Leste untuk maju dalam pemilihan presiden.
Dan, Jenderal Taur Matan Ruak yang punya mata seperti elang itu menang dalam pilpres 2012. Ia menjadi kepala negara sampai 2017.
Kemudian, sejak 2018 sampai akhir Februari lalu ia menjadi Perdana Menteri Timor Leste.
Suatu hari Bung Jose kembali mengunjungi Jakarta. Kepada saya dia berkata, hendak menemukan senjata milik Nicolau dos Reis Lobato.
Lobato adalah pejuang suci Timor Leste. Lahir di Bazarete, Liquisa, 24 Mei 1946, ia merupakan salah seorang pendiri ASDT yang kelak bermetamorfosis menjadi Fretelin.
Setelah Portugis memutuskan angkat kaki dari Timor Leste, Fretelin memproklamasikan kemerdekaan negara di sisi timur Pulau Timor itu. Pada 25 November 1975 Lobato diangkat sebagai Perdana Menteri. Lalu menjadi Presiden seminggu kemudian sampai Desember 1978.
Jabatan Perdana Menteri dilepaskannya pada 7 Desember 1978. Sementara 31 Desember di tahun itu juga, ia tewas dalam sebuah pertempuran di pedalaman Timor Leste.
Jenazahnya dibawa ke Dili. Tapi senjatanya tidak ditemukan.
Senjata inilah yang hendak ditemukan sahabat saya, wartawan senior Timor Leste, penyuka rendang, Bung Jose.
Apakah Bung Jose tahu ciri-ciri senjatanya, tanya saya.
Bung Jose menjelaskan satu dua detil, yang sekarang saya sudah lupa. Belum lagi, saya pun awam soal senjata.
Saya ajak Bung Jose ke Museum Satria Mandala di Jalan Jenderal Gatot Subroto. Bangunan ini diresmikan sebagai museum di tahun 1972. Sebelumnya gedung ini dikenal sebagai Wisma Yaso, kediaman Ratna Sari Dewi Sukarno.
Selama 18 bulan terakhir hidupnya, dihabiskan Bung Karno sebagai tahanan di Wiswa Yaso ini setelah ia diizinkan meninggalkan Bogor yang dingin. Bung Karno menghembuskan nafas terakhir di RSPAD Gatot Subroto, 21 Juni 1970.
Saya dan Bung Jose mengamati satu persatu senjata yang dipamerkan di museum itu. Dia lebih paham soal senjata. Beberapa kali dia berhenti, menjelaskan satu dua senjata, yang kini saya pun sudah lupa.
Saya tak tahu pasti apa yang dicari. Sampai di ujung waktu, Bung Jose berkata: tidak ada di tempat ini.
Ini cerita di tahun 2011. Saya tak tahu apakah setelah itu upaya menemukan senjata Lobato masih terus dilakukan.
Atau jangan-jangan sudah ditemukan.
Bung Jose, tolong ceritakan. [dzk]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/336LJHS
via gqrds
0 Response to "Karena Keris Diponegoro"
Posting Komentar