Pemilihan Rektor UNG Berujung PTUN, Penggugat Keberatan Mendikbud Disebut Punya Hak Prerogatif

RMOLBANTEN. Sengketa pemilihan Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Eduard Wolok, sidang gugatannya telah berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis lalu (2/7).

Agendanya, mendengarkan keterangan ahli dan saksi fakta.

Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud) sebagai pihak tergugat menghadirkan ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Universitas Indonesia (UI), Ana Herlina.

Sementara pihak penggugat, Ani Hasan menghadirkan saksi fakta Sekretaris Panitia Pemilihan Rektor, Rivai Hamzah; anggota Senat, Muhamad Ikbal Bahua; dan wartawan senior, Mahmud Marhaba.

Kuasa hukum rektor, Yakop Abdul Rahmat Mahmud dan Ardy Wiranata Arsyad menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa pihaknya menambahkan empat kuasa hukum Jaksa Negara dari Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang dipimpin oleh Fatmawati Khali.

Mendengar itu, kuasa hukum penggugat, Deswerd Zougira menilai bahwa bertambahnya empat Jaksa Negara tersebut dinilai berpotensi menimbulkan konflik interest lantaran di dalam gugatan juga disebutkan soal perkara korupsi pengadaan alat Laboratorium UNG yang tengah ditangani Kejati dan Rektor turut diperiksa.

Selain itu, kata Desward, gugatannya tersebut perihal penerbitan SK Mendikbud kepada rektor sifatnya personal.

Sehingga tidak tepat jika melibatkan Jaksa Negara, sebab gugatan tersebut bukan perkara korporasi yang tidak mau membayar utang.

Atas penyampaian itu, Ketua Majelis Hakim meminta Fatmawati untuk meneruskan dan menyampaikan keberatan kuasa hukum penggugat itu kepada atasannya di Kejati Gorontalo.

Kembali ke materi persidangan, ahli HTUN UI yang dihadirkan Mendikbud, Ana Herlina menyampaikan bahwa kerugian yang timbul dari suatu keputusan pejabat TUN yang dialami Penggugat hingga mengajukan gugatan bisa berupa kerugian materil berupa uang maupun kerugian immateril seperti merasa terhina, ternista atau merasa malu.

Ana Herlina pun mengutip pendapat Indroharjo, penulis buku Usaha Memahami UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara” yang mengutarakan hal yang sama.

Sedangkan soal hak suara menteri yang 35 persen itu, Ana berpendapat bahwa Menteri mempunyai hak prerogatif menyerahkan hak suaranya kepada siapa yang disuka.

"Menteri punya hak prerogatif. Kalau saya menteri, saya naikan hak suara menjadi 75 persen,” jelas Ana Herlina di PTUN Jakarta, Kamis (2/7).

Kata Ana, menteri seharusnya sejak awal sudah menelusuri rekam jejak calon tektor tanpa harus ada laporan sebelumnya.

"Kalau kedapatan ada yang tidak beres asal-usul kekayaannya maka harus dicoret”, tegas Ana.

Menanggapi pendapat ahli HTUN UI, Ana tersebut, Deswerd membenarkan dua bentuk kerugian yang timbul akibat keputusan pejabat TUN tersebut. Deswerd pun setuju dengan keterangan Ana soal Menteri yang harus melakukan penelusuran rekam jejak calon Rektor.

Namun, Deswerd membantah pendapat ahli yang mengatakan bahwa menteri punya hak prerogatif untuk memilih siapa saja yang dia suka.

Sebab menurutnya, Permenristekdikti 21/2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi pada Pasal 9 Ayat 4 menyebutkan dalam melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud pada Ayat (3), menteri membentuk tim penilai kinerja calon pemimpin PTN”.

Sedangkan Pasal 9 Ayat 5 menyebutkan hasil penilaian tim penilai kinerja calon pemimpin PTN sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) menjadi pertimbangan menteri dalam melaksanakan haknya”.

"Lalu bagaimana ahli sampai berpendapat yang berlawanan dengan Permenristekdikti dan menyebut calon yang tidak memilih dirinya sendiri harus diperiksa di phiskiater?" tanya Deswerd yang tidak ditanggapi oleh Ahli yang dihadirkan Mendikbud.

Selanjutnya, saksi fakta yang dihadirkan pihak penggugat, Sekretaris panitia pemilihan Rektor, Rivai Hamzah dan anggota Senat, Muhamad Ikbal Bahua mengungkapkan bahwa hingga penetapan bakal calon Rektor oleh Senat, Eduard tidak memasukkan Nota persetujuan pencantuman gelar doktor dari BKN sebagai syarat yang ditetapkan sendiri oleh Menteri.

Eduard juga disebut mengikuti kuliah S3 program hari Sabtu yang diketahui sudah dilarang oleh Kemendikbud.

Selain itu kata kedua saksi fakta tersebut juga bahwa Menteri tidak membentuk tim penilai kinerja calon pemimpin PTN dan tidak menelusuri rekam jejak calon. Dan Menristekdikti, Muhadjir Efendi, Agus Indarjo serta Eduard diketahui juga sama-sama tergabung dalam Forum Wakil Rektor II se-Indonesia.

Sementara itu, saksi Mahmud Marhaba menerangkan sama seperti yang disampaikan Rivai Hamzah yang mengaku sempat menemui Kepala Bidang Pengadaan dan Kepangkatan BKN, Syahbudin yang mengaku sempat menolak usulan pencantuman gelar doktor Eduard.

Saksi Mahmud menyebut pertemuan itu dalam rangka konfirmasi untuk perimbangan berita di media yang dia pimpin.

Mahmud menolak mengungkapkan isi surat sakti” yang dijadikan judul beritanya. Namun hakim anggota menyebut surat sakti dimaksud adalah salah satu bukti yang diajukan penggugat.

Menurut Deswerd, bukti tersebut adalah surat Sekretaris Direktur Jenderal Kemenristekdikti, Agus Indarjo kepada BKN yang isinya menyebutkan bahwa Eduard bukan mengikuti program kuliah Jarak Jauh sehingga keluar Nota pencantuman gelar doktornya beberapa hari setelah penetapan calon Rektor oleh Senat.

Sengketa pemilihan rektor ini bermula dari keputusan Menristekdikti, Muhadjir Efendi yang diwakili Agus Indarjo selaku Sekretaris Dirjen Kemenristekdikti diduga menyalurkan seluruh hak suara pada pemilihan Rektor pada awal September 2019 hanya kepada Eduard. Sedangkan Penggugat dan satu calon lainnya tidak diberikan satu suara pun oleh Menteri.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis pekan depan dengan agenda penyampaian kesimpulan lewat online. Diperkirakan sidang putusan digelar seminggu setelah penyampaian kesimpulan. [dzk]



from RMOLBanten.com https://ift.tt/3ivE2SS
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemilihan Rektor UNG Berujung PTUN, Penggugat Keberatan Mendikbud Disebut Punya Hak Prerogatif"

Posting Komentar