Belajar Legowo Menghadapi Kritik
RMOLBANTEN. Dumeh merasa diri sempurna, maka perasaan saya selalu tersinggung bahkan terluka setiap kali ada pihak yang mengkritik saya.
Bahkan kerap kali saya tidak dapat menahan diri untuk marah kemudian balas mengkritik pihak yang mengkritik saya.
Sampai pada suatu hari ayah saya mengkritik sikap saya tidak bisa legowo menerima dikritik. Tentu saja saya merasa tersinggung dikritik oleh ayah saya.
Namun saya tidak berani membantah, sebab masih menghormati ayah saya sebagai ayah saya.
Ayah, Anak, Dan Kuda
Ayah saya mengingatkan saya pada kisah seorang ayah dan seorang anak menuntun seekor kuda, kemudian berjumpa seorang yang mengritik, kenapa kuda tidak ditunggangi oleh sang ayah dan sang anak, maka sang ayah memerintahkan agar sang anak menunggangi sang kuda.
Kemudian berjumpa seorang lain lagi yang mengritik, kenapa anak yang masih muda kurang ajar naik kuda sementara ayah yang sudah tua dibiarkan berjalan kaki, maka sang anak turun dari atas kuda untuk memaksa sang ayah naik kuda.
Sampai jumpa seorang lain lagi yang mengritik, sang ayah tidak tahu diri mentang-mentang sudah tua, maka enak-enakan naik kuda sementara membiarkan anaknya berjalan kaki maka diputuskan bahwa anak dan ayah berdua naik kuda bersama.
Sampai akhirnya sang kuda jatuh pingsan sebab tidak mampu memikul beban berat badan sang ayah dan sang anak yang kebetulan memang keduanya overweight.
Jesus Kristus
Melihat gelagat saya tersinggung akibat merasa disamakan dengan kuda, maka ayah saya lanjut mengingatkan saya kepada kisah Jesus Kristus mengajarkan kasih-sayang.
Ajaran Jesus Kristus dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Jerusalem pada masa itu.
Jesus Kristus bukan saja dikritik, namun malah dihujat, difitnah lalu dilaporkan ke penguasa Romawi kemudian ditangkap untuk dipenjara kemudian disiksa sebelum disalibkan di tiang salib.
Ayah saya menyadarkan bahwa dibandingkan dengan Jesus Kristus, sudah barang tentu budi-pekerti saya nun jauuuuuh di bawah maka tidak layak dibandingkan dengan Jesus Kristus.
Seharusnya saya bersyukur bahwa saya hanya dikritik, dihujat, dihina, namun belum difitnah untuk dilaporkan ke polisi untuk dijebloskan ke penjara tanpa kemungkinan disalib di masa kini yang memang sudah tidak ada hukuman disalib di tiang salib.
Ayah juga mengingatkan saya kepada falsafah keluarga besar Suprana yaitu Ojo Dumeh.
Jihad Al Nafs
Diingatkan oleh ayah kepada kisah Jesus Kristus, sebagai seorang umat Nasrani meski tidak terlalu saleh, saya tidak berani merasa tersinggung.
Sejak saat dikritik ayah saya dengan metafora seekor kuda dan seorang ayah dan seorang anak masih ditambah dengan kisah pengorbananJesus Kristus dilengkapi falsafah ojo dumeh, maka setiap kali dikritik langsung saya berupaya menunaikan Jihad Al Nafs, demi berupaya menaklukkan gejolak angkara murka pada lubuk sanubari diri saya sendiri.
Saya berusaha mengendalikan perasaan diri saya sendiri untuk senantiasa sadar bahwa diri saya hanya sesosok mahluk hidup mustahil sempurna.
Alih-alih merasa tersinggung apalagi marah, justru seharusnya saya wajib berterima kasih terhadap pihak yang mengritik saya. Karena para pengkritik saya sebenarnya berbaik-hati ingin mengingatkan saya bahwa diri saya sebenarnya hanya sesosok mahluk hidup yang memang tidak sempurna akibat memang mustahil sempurna.
Memang tidak mudah, namun demi kepentingan diri saya sendiri, memang saya masih harus amat banyak belajar legowo menerima kritik. [ars]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan
from RMOLBanten.com https://ift.tt/2RKdocR
via gqrds
Bahkan kerap kali saya tidak dapat menahan diri untuk marah kemudian balas mengkritik pihak yang mengkritik saya.
Sampai pada suatu hari ayah saya mengkritik sikap saya tidak bisa legowo menerima dikritik. Tentu saja saya merasa tersinggung dikritik oleh ayah saya.
Namun saya tidak berani membantah, sebab masih menghormati ayah saya sebagai ayah saya.
Ayah, Anak, Dan Kuda
Ayah saya mengingatkan saya pada kisah seorang ayah dan seorang anak menuntun seekor kuda, kemudian berjumpa seorang yang mengritik, kenapa kuda tidak ditunggangi oleh sang ayah dan sang anak, maka sang ayah memerintahkan agar sang anak menunggangi sang kuda.
Kemudian berjumpa seorang lain lagi yang mengritik, kenapa anak yang masih muda kurang ajar naik kuda sementara ayah yang sudah tua dibiarkan berjalan kaki, maka sang anak turun dari atas kuda untuk memaksa sang ayah naik kuda.
Sampai jumpa seorang lain lagi yang mengritik, sang ayah tidak tahu diri mentang-mentang sudah tua, maka enak-enakan naik kuda sementara membiarkan anaknya berjalan kaki maka diputuskan bahwa anak dan ayah berdua naik kuda bersama.
Sampai akhirnya sang kuda jatuh pingsan sebab tidak mampu memikul beban berat badan sang ayah dan sang anak yang kebetulan memang keduanya overweight.
Jesus Kristus
Melihat gelagat saya tersinggung akibat merasa disamakan dengan kuda, maka ayah saya lanjut mengingatkan saya kepada kisah Jesus Kristus mengajarkan kasih-sayang.
Ajaran Jesus Kristus dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Jerusalem pada masa itu.
Jesus Kristus bukan saja dikritik, namun malah dihujat, difitnah lalu dilaporkan ke penguasa Romawi kemudian ditangkap untuk dipenjara kemudian disiksa sebelum disalibkan di tiang salib.
Ayah saya menyadarkan bahwa dibandingkan dengan Jesus Kristus, sudah barang tentu budi-pekerti saya nun jauuuuuh di bawah maka tidak layak dibandingkan dengan Jesus Kristus.
Seharusnya saya bersyukur bahwa saya hanya dikritik, dihujat, dihina, namun belum difitnah untuk dilaporkan ke polisi untuk dijebloskan ke penjara tanpa kemungkinan disalib di masa kini yang memang sudah tidak ada hukuman disalib di tiang salib.
Ayah juga mengingatkan saya kepada falsafah keluarga besar Suprana yaitu Ojo Dumeh.
Jihad Al Nafs
Diingatkan oleh ayah kepada kisah Jesus Kristus, sebagai seorang umat Nasrani meski tidak terlalu saleh, saya tidak berani merasa tersinggung.
Sejak saat dikritik ayah saya dengan metafora seekor kuda dan seorang ayah dan seorang anak masih ditambah dengan kisah pengorbananJesus Kristus dilengkapi falsafah ojo dumeh, maka setiap kali dikritik langsung saya berupaya menunaikan Jihad Al Nafs, demi berupaya menaklukkan gejolak angkara murka pada lubuk sanubari diri saya sendiri.
Saya berusaha mengendalikan perasaan diri saya sendiri untuk senantiasa sadar bahwa diri saya hanya sesosok mahluk hidup mustahil sempurna.
Alih-alih merasa tersinggung apalagi marah, justru seharusnya saya wajib berterima kasih terhadap pihak yang mengritik saya. Karena para pengkritik saya sebenarnya berbaik-hati ingin mengingatkan saya bahwa diri saya sebenarnya hanya sesosok mahluk hidup yang memang tidak sempurna akibat memang mustahil sempurna.
Memang tidak mudah, namun demi kepentingan diri saya sendiri, memang saya masih harus amat banyak belajar legowo menerima kritik. [ars]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan
from RMOLBanten.com https://ift.tt/2RKdocR
via gqrds
dapatkan jackpot yang besar hanya di IONQQ
BalasHapusWA: +855 1537 3217