Sengketa Lahan Di Kota Tangerang, Warga: Pemkot Lalai Perjuangkan Hak Warga

Eksekusi atas lahan seluas 45 hektar ini sejak awal menuai banyak penolakan baik dari warga karena berbagai kejanggalan bergulir di PN Tangerang. Secara terang-terangan PN Tangerang disinyalir mengeksekusi lahan yang salah.
Koordinator Lapangan Paguyuban Masyarakat CipeteKunciran Jaya Bersatu sekaligus perwakilan masyarakat Cipete, Syaiful Basri mengaku kecewa dengan putusan pengadilan yang melakukan eksekusi lahan dengan luas 45 hektar di wilayah Kelurahan Cipete dan Kunciran.
"Sebab, batas-batas bidang dalam Putusan Pengadilan seluas 45 hektar dinilai tidak jelas bidangnya. Kami khawatir banyak rumah warga yang belum pernah diperjualbelikan kepada siapapun dimasukkan ke dalam luas objek eksekusi tersebut," katanya, Jumat, (4/9).
Perkara sengketa lahan ini berawal dari ahli waris Mix Iskandar (Darmawan/Penggugat) yang mengajukan gugatan terhadap NV. LOA dan Co, (tergugat) terkait lahan 45 hektar di wilayah Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang berdasarkan 9 Sertifikat HGB atas nama NV Loa dan Co.
Dalam perjalanan perkara para pihak sepakat berdamai dan meminta eksekusi lahan atas akta perdamaian tersebut. Padahal secara nyata dan jelas, di atas lahan objek eksekusi seluas 45 hektar. kurang lebih 15 hektar di antaranya termasuk penguasaan dan kepemilikan secara legal oleh masyarakat Kelurahan Cipete dan Kunciran Jaya.
"Masyarakat heran dan terkejut atas tindakan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang yang memaksakan eksekusi, padahal sudah ada peringatan dari BPN yang menyatakan 9 SHGB atas nama NV. Loa Co tersebut tidak terdaftar dan Kapolres Tangerang yang meminta penundaan pelaksanaan eksekusi," ucap Pembina Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Sayuto.
Ketua Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Mirin, menuding Lurah Kunciran Jaya, Cipete dan Camat Pinang telah lalai dalam membela dan mempertahankan hak warganya. Warga masyarakat Cipete-Kunciran Jaya tidak pernah dilibatkan terkait perkara Darmawan dan Nv. Loa di PN Tangerang.
"Masyarakat merasa terzolimi atas eksekusi lahan milik warga. Bahwa nyatanya sejak tahun 1948 pihak warga masyarakat belum pernah melakukan penjualan, hingga pada pembelian pertama pada tahun 1984 yang dilakukan oleh PT. Greenville," terangnya.
Selanjutnya pada tahun 1991, PT. Greenville mengalihkan tanah masyarakat yang telah dibeli tersebut ke PT. Modernland, yang mana oleh PT. Modernland dialihkan lagi pada PT. Tangerang Matra Real Estate hingga sekarang.
"Adapun untuk tanah yang digunakan sebagai pemukiman, warga masyarakat masih memiliki surat-surat bukti hak milik yang tersimpan lengkap dan tercatat rapi di kelurahan. Masyarakat juga belum pernah mendengar nama NV. Loa," tegasnya.
Oleh karena itu warga terdampak yakni Kelurahan Cipete dan Kunciran Jaya membentuk Paguyuban dan Tim Advokasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Sehingga semua pihak dapat bergandengan tangan untuk melawan bentuk-bentuk praktek-praktek mafia tanah, mafia peradilan dan mafia pemerintahan.
Juru bicara tim advokasi Paguyuban Masyarakat Cipete-Kunciran Jaya Bersatu, Abraham Nempung, menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan untuk kepentingan Rapat Dengar Pendapat kepada DPRD Kota Tangerang serta melayangkan surat pengaduan dan laporan serta surat permohonan perlindungan hukum kepada instansi-instansi terkait. Di antaranya, Komisi Yudisial, Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ombudsman RI dan Komnas HAM. Bahkan masyarakat juga akan segera melayangkan gugatan perdata di PN Tangerang.
"Warga berharap mendapatkan bantuan hukum dan peradilan dapat ditegakkan sehingga terbebas dari mafia tanah dibalik eksekusi lahan yang salah ini," tandasnya. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/2QTxPDP
via gqrds
0 Response to "Sengketa Lahan Di Kota Tangerang, Warga: Pemkot Lalai Perjuangkan Hak Warga"
Posting Komentar