LRT Bagi Mobilitas Warga Tangsel
RMOLBANTEN Kota Tangerang Selatan adalah kota yang memiliki karakter unik. Tidak hanya karena jumlah penduduknya tergolong padat, 1.7 juta jiwa, tapi juga karena fungsinya sebagai kota penyangga provinsi DKI Jakarta.
Letak geografis Kota Tangsel pun berbatasan dengan ibu kota Jakarta pada sebelah utara dan timur. Di sisi lain Tangsel juga berbatasan dengan provinsi Banten serta Jawa Barat.
Situasi ini mengakibatkan dalam urusan transportasi Tangsel memiliki fungsi ganda, sebagai penyangga ibu kota sekaligus menjadi kota penghubung antar tiga provinsi. Kondisi ini membuat mobilitas warga dan arus lalu lintas yang terjadi di Tangsel tergolong luar biasa.
Kemacetan Yang Juga Menghasilkan Polusi
Bagi Muhamad dan Saraswati, sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tangsel, sisi lain dibalik mobilitas luar biasa ini sebenarnya menyimpan masalah besar. Karena sarana jalan yang ada tidak bisa mengimbangi, bahkan tergolong sangat kurang. Akibatnya banyak lalu lintas di daerah Tangsel menjadi semrawut dan banyak sekali terjadi titik kemacetan.
Pembangunan jalan bebas hambatan, jalan tol, memang terjadi cukup banyak di Tangsel atau daerah penyangga sekitarnya, namun itu juga tidak mencukupi. Kepadatan pemakainya membuat titik kemacetan terutama di jam-jam produktif, sulit terurai.
Kepadatan penduduk, jumlah kendaraan bermotor yang digunakan, terbatasnya sarana jalan, tidak hanya membuat lahirnya kemacetan sebagai masalah serius. Tapi juga tingkat polusi yang tinggi! Di awal tahun 2020 IQAir, penyedia data polusi udara berbasis di Swiss, menyatakan bahwa Tangerang Selatan menempati peringkat satu sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, meninggalkan Bekasi dan Jakarta.
Transportasi Publik Yang Efektif
Untuk memperbaiki keadaan, Tangsel membutuhkan solusi transportasi publik yang bisa mengakomodir mobilitas penduduknya sekaligus mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi. Hampir 90.95% kendaraan yang memenuhi ruas jalan Tangsel adalah milik pribadi. Sementara persentase angkutan umum hanya berada di kisaran angka 3.60%. Itu pun dengan kinerja standar layanan yang masih ada di bawah ekspektasi masyarakat pemakai.
Pemerintah pusat sempat mencanangkan program Moda Raya Transportasi (MRT) selanjutnya akan menyambungkan jalur Bundaran HI-Lebak Bulus dengan rute Ciputat-BSD. Menurut Mentri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, rute jalur baru itu akan menghubungkan Lebak Bulus dengan stasiun Rawa Buntu. Proyek ini sudah masuk dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Ada kendala tersendiri bagi Tangsel mengenai hal tersebut. Mentri Perhubungan mengemukakan biaya pembuatan serta operasional MRT Biaya per KM sekitar 1 triliun, untuk jarak 20 km berarti butuh 20 triliunâ Angka itu bukan jumlah yang sedikit.
Apalagi di sisi lain, mengacu pada data operasional MRT di Jakarta yang masih membutuhkan subsidi pemerintah DKI sekitar 600-800 miliar pertahun, akumulasi biaya sejumlah itu akan menyedot dan membebani Anggaran Belanja Daerah Tangsel yang besarnya sekitar 4 triliun rupiah.
Solusi transportasi publik tetap dibutuhkan namun harus lebih sesuai dengan kondisi yang ada.
Muhamad-Saraswati Hadir Dengan Ide Lintas Rel Terpadu
Untuk ini pasangan Muhamad dan Saraswati hadir dengan terobosan ide transportasi publik yang lebih tepat untuk diterapkan di Tangsel, pembangunan Lintas Rel Terpadu (LRT). Ini adalah salah satu sistem Kereta Api penumpang ringan yang dioperasikan tanpa masinis dan mengangkut penumpang dalam jumlah lebih sedikit sehingga ukuran gerbongnya relatif lebih kecil dari MRT.
Karakter LRT sesuai dengan nama aslinya Light Rapid Transportation, memiliki dimensi relatif kecil, kecepatan sedang, serta jarak lintas antar stasiunnya yang lebih pendek. Semua karakter ini membuat pengoperasian LRT lebih murah dan efisien ketimbang MRT. Lebih pas dengan kebutuhan dan kemampuan kelola pemerintah daerah Tangsel.
Keberadaan LRT bisa membuat mobilitas penduduk Tangsel menjadi lebih baik. Pemakaian kendaraan bermotor pribadi bisa dikurangi dengan drastis karena tergantikan oleh transportasi publik yang nyaman, aman, serta tepat waktu.
Kondisi lalu lintas akan menjadi lebih kondusif serta tingkat polusi diharapkan bisa menurun drastis. Fasilitas LRT pun bisa dimanfaatkan oleh kaum difabel, sehingga hak mereka untuk bermobilitas seperti layaknya orang normal bisa terakomodir baik.
Keberadaan LRT saat dipadu dengan transportasi publik pengumpan (feeder) dalam bentuk micro bus yang dikelola secara profesional, juga bisa diharapkan meratakan pembangunan serta roda perekonomian antar daerah Tangsel. [ars]
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo
Calon Wakil Walikota Tangerang Selatan
from RMOLBanten.com https://ift.tt/353WX1i
via gqrds
Letak geografis Kota Tangsel pun berbatasan dengan ibu kota Jakarta pada sebelah utara dan timur. Di sisi lain Tangsel juga berbatasan dengan provinsi Banten serta Jawa Barat.
Situasi ini mengakibatkan dalam urusan transportasi Tangsel memiliki fungsi ganda, sebagai penyangga ibu kota sekaligus menjadi kota penghubung antar tiga provinsi. Kondisi ini membuat mobilitas warga dan arus lalu lintas yang terjadi di Tangsel tergolong luar biasa.
Kemacetan Yang Juga Menghasilkan Polusi
Bagi Muhamad dan Saraswati, sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tangsel, sisi lain dibalik mobilitas luar biasa ini sebenarnya menyimpan masalah besar. Karena sarana jalan yang ada tidak bisa mengimbangi, bahkan tergolong sangat kurang. Akibatnya banyak lalu lintas di daerah Tangsel menjadi semrawut dan banyak sekali terjadi titik kemacetan.
Pembangunan jalan bebas hambatan, jalan tol, memang terjadi cukup banyak di Tangsel atau daerah penyangga sekitarnya, namun itu juga tidak mencukupi. Kepadatan pemakainya membuat titik kemacetan terutama di jam-jam produktif, sulit terurai.
Kepadatan penduduk, jumlah kendaraan bermotor yang digunakan, terbatasnya sarana jalan, tidak hanya membuat lahirnya kemacetan sebagai masalah serius. Tapi juga tingkat polusi yang tinggi! Di awal tahun 2020 IQAir, penyedia data polusi udara berbasis di Swiss, menyatakan bahwa Tangerang Selatan menempati peringkat satu sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, meninggalkan Bekasi dan Jakarta.
Transportasi Publik Yang Efektif
Untuk memperbaiki keadaan, Tangsel membutuhkan solusi transportasi publik yang bisa mengakomodir mobilitas penduduknya sekaligus mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi. Hampir 90.95% kendaraan yang memenuhi ruas jalan Tangsel adalah milik pribadi. Sementara persentase angkutan umum hanya berada di kisaran angka 3.60%. Itu pun dengan kinerja standar layanan yang masih ada di bawah ekspektasi masyarakat pemakai.
Pemerintah pusat sempat mencanangkan program Moda Raya Transportasi (MRT) selanjutnya akan menyambungkan jalur Bundaran HI-Lebak Bulus dengan rute Ciputat-BSD. Menurut Mentri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, rute jalur baru itu akan menghubungkan Lebak Bulus dengan stasiun Rawa Buntu. Proyek ini sudah masuk dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Ada kendala tersendiri bagi Tangsel mengenai hal tersebut. Mentri Perhubungan mengemukakan biaya pembuatan serta operasional MRT Biaya per KM sekitar 1 triliun, untuk jarak 20 km berarti butuh 20 triliunâ Angka itu bukan jumlah yang sedikit.
Apalagi di sisi lain, mengacu pada data operasional MRT di Jakarta yang masih membutuhkan subsidi pemerintah DKI sekitar 600-800 miliar pertahun, akumulasi biaya sejumlah itu akan menyedot dan membebani Anggaran Belanja Daerah Tangsel yang besarnya sekitar 4 triliun rupiah.
Solusi transportasi publik tetap dibutuhkan namun harus lebih sesuai dengan kondisi yang ada.
Muhamad-Saraswati Hadir Dengan Ide Lintas Rel Terpadu
Untuk ini pasangan Muhamad dan Saraswati hadir dengan terobosan ide transportasi publik yang lebih tepat untuk diterapkan di Tangsel, pembangunan Lintas Rel Terpadu (LRT). Ini adalah salah satu sistem Kereta Api penumpang ringan yang dioperasikan tanpa masinis dan mengangkut penumpang dalam jumlah lebih sedikit sehingga ukuran gerbongnya relatif lebih kecil dari MRT.
Karakter LRT sesuai dengan nama aslinya Light Rapid Transportation, memiliki dimensi relatif kecil, kecepatan sedang, serta jarak lintas antar stasiunnya yang lebih pendek. Semua karakter ini membuat pengoperasian LRT lebih murah dan efisien ketimbang MRT. Lebih pas dengan kebutuhan dan kemampuan kelola pemerintah daerah Tangsel.
Keberadaan LRT bisa membuat mobilitas penduduk Tangsel menjadi lebih baik. Pemakaian kendaraan bermotor pribadi bisa dikurangi dengan drastis karena tergantikan oleh transportasi publik yang nyaman, aman, serta tepat waktu.
Kondisi lalu lintas akan menjadi lebih kondusif serta tingkat polusi diharapkan bisa menurun drastis. Fasilitas LRT pun bisa dimanfaatkan oleh kaum difabel, sehingga hak mereka untuk bermobilitas seperti layaknya orang normal bisa terakomodir baik.
Keberadaan LRT saat dipadu dengan transportasi publik pengumpan (feeder) dalam bentuk micro bus yang dikelola secara profesional, juga bisa diharapkan meratakan pembangunan serta roda perekonomian antar daerah Tangsel. [ars]
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo
Calon Wakil Walikota Tangerang Selatan
from RMOLBanten.com https://ift.tt/353WX1i
via gqrds
0 Response to "LRT Bagi Mobilitas Warga Tangsel"
Posting Komentar