Pelibatan TNI Dalam Penindakan Terorisme Harus Proporsional


RMOLBANTEN. Pelibatan TNI dalam penindakan terorisme, masih terus dikaji Komisi III DPR RI. Anggota DPR-RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menjelaskan paparannya saat menjadi narasumber Webinar oleh MARAPI Consulting dan Advisory, dan Program Studi Hubungan Internasional-FISIP Universitas Cenderawasih, Papua, Selasa (27/10).

"Kami memandang perlu masukan dari pemangku kepentingan sebanyak mungkin masukan agar Perpres ini sesuai dengan aspirasi masyarakat," kata Arsul dalam Webinar bertema "Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme" tersebut.

Dalam paparannya, Asrul menambahkan, terorisme masuk ke ranah tindak pidana berbasis sistem penegakan hukum pidana terintegrasi (Integrated Criminal Justice System). Artinya, bukan sistem militer atau sistem keamanan internal (Homeland security).

Dengan demikian, harus dirumuskan pelibatan TNI dalam konteks yang seperti apa? Serta kerangka kebijakan yang bagaimana?

"Kami menginginkan pelibatan TNI yang proporsional dalam pencegahan. Berada di bawah koordinasi BNPT. Intinya kita harus berhati-hati agar tidak memberikan cek kosong yang melanggar Undang-undang," urai Asrul.

Sementara itu, akademisi program studi Hubungan Internasional, Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, menyatakan bahwa peran TNI dalam Kontra-terorisme harus dibatasi.

"Harus ada batasan jelas bagi TNI jika dilibatkan dalam penanganan terorisme. Kami di Papua punya pengalaman yang berbekas dan menimbulkan trauma akibat tindakan aparat yang melampaui batas. Kami mendukung dengan catatan perlu dibatasi, sebagai perbantuan dan bukan kegiatan operasi yang permanen," ungkap Marinus.

Menurut Marinus, pembahasan rancangan Perpres harus terbuka atas masukan dari berbagai pihak. Termasuk dari masyarakat Papua. Marinus menegaskan, bahwa operasi TNI yang ditetapkan dengan tidak berhati-hati akan menimbulkan masalah. Karena doktrin TNI yang kill or to be killed sangat berbeda dengan penegakan hukum oleh aparat kepolisian.

Mekanisme pelibatan harus berdasarkan eskalasi ancaman yang melampaui kapasitas kepolisian (Beyond Police Capacity). Diputuskan oleh Presiden untuk menguatkan peran otoritas sipil, diatur dengan jelas batasan waktu dan ruang lingkup perbantuannya.

Operasi TNI, lanjutnya, harus melibatkan satuan organik lokal. Berdasarkan pengalamannya di Papua banyak kekerasan dilakukan oleh non organik lokal. "Karena mereka (TNI) tidak memahami pendekatan yang tepat di tengah masyarakat," imbuh Marinus.

Narasumber lain, Beni Sukadis, menggarisbawahi perlunya pelibatan TNI untuk konsisten dengan Undang-undang TNI. "Tetap menjaga profesionalitas TNI dan disertai dengan pengawasan yang ketat," kata aktivis, peneliti, dan pendiri MARAPI Consulting dan Advisory itu. [tsr]


from RMOLBanten.com https://ift.tt/2G5dN7D
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pelibatan TNI Dalam Penindakan Terorisme Harus Proporsional"

Posting Komentar