UN Dihapus, Solusi yang Tidak Solutif
Menteri Pendidikan melakukan gebrakan dalam pendidikan yaitu penghapusan UN menjadi asesmen nasional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) akan menerapkan asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional pada 2021. Asesmen nasional tidak hanya sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berstandar nasional, tetapi juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, asesmen nasional tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, tetapi juga mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil. “Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil asesmen nasional ini kemudian menjadi cermin untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,” ujar Mendikbud Nadiem dikutip dari laman Kemendikbud.(Kompas.com)
Tanggapan akan penghapusan ini, disampaikan oleh beberapa pihak, yaitu Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menilai, asesmen nasional memunculkan kekhawatiran adanya tumpang tindih pekerjaan karena saat ini ada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Menurut dia, saat ini telah ada penilaian yang dilakukan oleh LPMP.
“Kalau asesmen dilakukan pemerintah pusat, apa tindak lanjutnya? Apakah sekolah-sekolah dilakukan pembinaan? Kalau begitu, lebih bagus,” kata Heru. Ia berharap, pemetaan-pemetaan yang dilakukan akan membawa perbaikan mutu. Misalnya, dari hasil asesmen diketahui ada kekurangan pada kemampuan guru dalam menyampaikan suatu materi, maka harus dilakukan perbaikan.
Adapun, tidak adanya lagi ujian nasional, dinilai Heru menjadi tantangan bagi sekolah. Umumnya, sekolah berpandangan bahwa UN menjadi pengukur keseriusan siswa. Oleh karena itu, perlu dibangun kesadaran bahwa asesmen nasional bukan ujian nasional yang ada kaitannya dengan alih jenjang.( Kompas.com )
Mengutip dari laman Kemendikbud, asesmen nasional 2021 diartikan sebagai pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program keseteraan jenjang sekolah dasar dan menengah. Asesmen nasional terdiri dari tiga bagian yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi.
Mendikbud menilai, kedua aspek kompetensi minimum ini tersebut adalah syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang akan mereka tekuni di masa depan. Asesmen nasional pada tahun 2021 dilakukan sebagai pemetaan dasar (baseline) dari kualitas pendidikan yang nyata di lapangan, sehingga tidak ada konsekuensi bagi sekolah dan murid.(Kompas.com)
Adapun persetujuan datang dari IGI (Ikatan Guru Indonesia) M.Ramli Rahim menjelaskan bahwa adanya sistem portofolio yang akan dilakukan maka catatan siswa tersimpan sejak masuk sekolah sampai kemudian tamat. ”Dari situ dapat terlihat dengan jelas bakat minat dan kemampuan siswa serta pencapaian mereka mulai dari sejak pertama masuk sekolah hingga mereka menamatkan pendidikannya” ujar Ramli (Republika.co.id).
Menurutnya khusus untuk pemetaan kebutuhan pemerintah terhadap dunia pendidikan hal ini bisa dilakukan tanpa melibatkan seluruh siswa, tetapi cukup dengan menggunakan sampel dan data statistik yang sangat baik. Dia menilai hasilnya akan tetap baik dan terlihat dengan data statistik yang baik. Menurutnya UN tidak memiliki manfaat yang signifikan dalam mendidik siswa.52% Guru tidak jelas pendapatannya dan tidak jelas karirnya, lebih lanjut beliau menambahkan pemerintah seharusnya lebih fokus untuk mencukupkan guru diseluruh Indonesia dibanding sibuk dengan UN atau hal-hal yang tidak diperlukan oleh anak didik kita” pungkasnya.
Negara Sekuler Otomatis Sistem Pendidikannya Sekuler
Negara dengan sistem sekuler yaitu yang memisahkan agama dalam ranah kehidupan, akan melakukan kebijakan yang sekuler pula, termasuk dalam kebijakan di bidang pendidikan. Semua diarahkan kepada pemisahan agama dalam kehidupan, kita lihat kurikulum yang berbasis sekuler dengan minimnya pelajaran agama dalam setiap kurikulum yang dicanangkan, juga kurikulum yang senantiasa berubah dan tidak jelas akan diarahkan kemana, berkali-kali ganti kurikulum demi menghasilkan anak didik yang berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni, alih-alih dihasilkan yang demikian, justru dekadensi moral terjadi pada anak didik negeri ini, deretan berita asusila menggambarkan inilah wajah pendidikan, tidak hanya pada anak didik tetapi juga pada guru.
Kurikulum yang berganti-ganti juga memusingkan bagi guru dan murid. Lebih lagi adanya pelatihan yang diharapkan guru dapat bersertifikat dan mendapat tambahan pendapatan menjadikannya sibuk dengan administrasi guru dan mengambil waktu guru. Perhatian guru pun yang seharusnya fokus mendidik dan mengarahkan anak didik, juga terkesan anak murid harus belajar sendiri dan memahami sendiri.
Penerapan asesmen nasional sebagai pengganti UN, dengan harapan memperoleh hasil pendidikan yang memuaskan, guru menjadi profesional dan mendapat gaji yang memuaskan, apakah bisa terwujud?. Sedangkan alokasi pembiayaan pendidikan saat ini yang tidaklah sepadan dengan kebutuhan sekolah sekolah dan perangkat penyelenggara pendidikan lainnya. Padahal, kita mengetahui bagaimana sumber-sumber terpenting bagi rakyat saat ini dilimpahkan pada swasta asing. Alhasil, pendapatan pemerintah terbatas berbanding lurus dengan terbatasnya alokasi pembiayaan untuk pendidikan. Padahal fasilitas sekolah yang lengkap, gaji guru yang memadai dan lain-lain menunjang untuk keberhasilan pendidikan.
Asesmen nasional adalah bentuk rapuhnya sistem pendidikan sekuler karena tidak memiliki acuan yang jelas dan munculnya tumpang tindih kewenangan. Suatu saat nanti asesmen nasional akan diubah pula, mengikuti perubahan siapa yang kelak akan memimpin. Ini semua menandakan carut marutnya sistem pendidikan di negeri ini. Tidak memilikinya pandangan akan diarahkan kemana peradaban manusia. Sistem pendidikan yang diadopsi negeri ini penuh dengan kegamangan. Konsep yang digadang-gadangkan ini pun akan menuju kepada kegagalan.
Sistem Pendidikan Islam Melahirkan Generasi Unggul
Sudah saatnya, Umat Islam mampu melihat dengan jelas kegagalan sistem pendidikan sekuler ini. Kemudian mengarahkan pandangan dan mencari acuan yang kokoh yaitu sistem pendidikan yang berbasis aqidah Islam. Terbukti pendidikan ini mampu mengubah peradaban manusia yang jumud kepada peradaban yang gemilang. Selama kurang lebih 13 abad tahun lamanya, telah memimpin dunia, menjadi mercusuar bagi bangsa-bangsa lain.
Islam memiliki konsep yang jelas, begitupun dalam bidang pendidikan yaitu asas pendidikan adalah aqidah Islam. Sehingga berpengaruh pada penyusunan kurikulum, kualitas guru, dan seluruh perangkat penyelenggara pendidikan, dan hanya dalam sistem pendidikan Islam diperoleh generasi unggul.
Kurikulum dalam Islam disusun dengan desain yang khas pada jenjang dasar dan tsanawiyah. Dimantapkan dengan aqidah dan tsaqofah Islam, serta ilmu dan teknologi. Ujian dilakukan secara akurat agar diperoleh anak didik yang sudah menguasai itu semua. Sehingga dihasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Kemudian diberikan keleluasaan atau diberikan kesempatan kepada mereka untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi sesuai minat bakat dan kemampuan mereka, adapun yang tidak lulus dalam Ujian maka didorong untuk diarahkan kepada ketrampilan.
Inilah sistem pendidikan Islam mendorong setiap warganya untuk berpartisipasi dalam kemajuan peradaban. Semua didorong untuk optimal baik yang miskin maupun yang kaya. Karena dalam Islam pendidikan adalah pelayanan publik yang gratis dan cuma-cuma, artinya semua diberi kesempatan untuk menimba ilmu dan memperoleh pendidikan yang berkualitas. Kemudian negara bersungguh-sungguh mengarahkan rakyatnya dan bertanggung jawab atas pendidikan Termasuk diberikan kesempatan seluas – luasnya untuk mendalami ilmu yang diminati rakyatnya dan memfasilitasinya.
Semua dapat terlaksana dengan baik karena negara dengan sistem Islam memiliki pendanaan yang baik untuk pendidikan, yang dihasilkan dari berbagai sumber. Diantaranya pendapatan dari Sumber Daya Alam yang dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk kemakmuran rakyat. Semua diarahkan untuk kemajuan peradaban manusia. Terakhir, pendidikan Islam hanya bisa diterapkan dalam negara yang menganut sistem Islam bukan sistem sekuler.
(***)
0 Response to "UN Dihapus, Solusi yang Tidak Solutif"
Posting Komentar