Sanksi Pemberhentian Kepala Daerah Bisa Jadi Senjata Makan Tuan Untuk Tito Karnavian
RMOLBANTEN Penerbitan instruksi Mendagri 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 bisa menjadi senjata makan tuan buat Mendagari Tito Karnavian itu sendiri.
Sanksi pemberhentian kepala daerah yang tercantum dalam instruksi Mendagari itu menjadi pemicunya dan bertentangan dengan UU 23/2014.
Demikian Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, Kamis (19/11).
Menurut Feri Amsari, dasarnya sanksi pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri tidak bisa diberlakukan. Bahkan jika dipaksakan dengan mengacu UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, justru bisa berlaku untuk Mendagri itu sendiri.
Khususnya Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mendagri bisa dikenakan pasal tersebut karena telah merestui pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 di masa pandemi Covid-19.
"Pasal itu bisa dikenakan kepada Mendagri sendiri yang ikut melanggar UU 6/2018 karena merestui pilkada di tengah pandemi orang berkumpul," kata Feri Amsari dikutip dari Kantor Berita Politik RMOLID, Kamis (19/11).
Pemberhentian kepala daerah telah diatur secara rinci dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan harus melalui mekanisme yang panjang. Karena itu, Instruksi Mendagri 6/2020 sejatinya tidak diperlukan.
"Secara prinsip instruksi Mendagri ini tidak diperlukan karena telah diatur dalam UU Pemda soal pemberhentian. Harus diingat bahwa siapa pun kepala daerahnya melanggar UU dapat di-impeach. Namun proses pemberhentian itu tidak mudah," pungkas Feri Amsari. [dzk]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3lP7OmO
via gqrds
Sanksi pemberhentian kepala daerah yang tercantum dalam instruksi Mendagari itu menjadi pemicunya dan bertentangan dengan UU 23/2014.
Demikian Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, Kamis (19/11).
Menurut Feri Amsari, dasarnya sanksi pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri tidak bisa diberlakukan. Bahkan jika dipaksakan dengan mengacu UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, justru bisa berlaku untuk Mendagri itu sendiri.
Khususnya Pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mendagri bisa dikenakan pasal tersebut karena telah merestui pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 di masa pandemi Covid-19.
"Pasal itu bisa dikenakan kepada Mendagri sendiri yang ikut melanggar UU 6/2018 karena merestui pilkada di tengah pandemi orang berkumpul," kata Feri Amsari dikutip dari Kantor Berita Politik RMOLID, Kamis (19/11).
Pemberhentian kepala daerah telah diatur secara rinci dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan harus melalui mekanisme yang panjang. Karena itu, Instruksi Mendagri 6/2020 sejatinya tidak diperlukan.
"Secara prinsip instruksi Mendagri ini tidak diperlukan karena telah diatur dalam UU Pemda soal pemberhentian. Harus diingat bahwa siapa pun kepala daerahnya melanggar UU dapat di-impeach. Namun proses pemberhentian itu tidak mudah," pungkas Feri Amsari. [dzk]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3lP7OmO
via gqrds
0 Response to "Sanksi Pemberhentian Kepala Daerah Bisa Jadi Senjata Makan Tuan Untuk Tito Karnavian"
Posting Komentar