Tomas Asiki Ungkap Kejanggalan Video Viral Aktifitas Perkebunan Korindo
RMOLBANTEN. Tokoh masyarakat (tomas) Asiki dan Getentiri, Papua Selatan, Felix Amias, punya pandangan tersendiri terkait PT. Korindo. Felix menilai, sejak tahun 1960-1970-an, Korindo berdampak positif terhadap masyarakat.
"Baik lapangan pekerjaan, jaringan telekomunikasi, sekolah dan rumah sakit, boleh dikatakan yang terbaik di Kabupaten Boven Digoel. Serta perputaran ekonomi kerakyatan. Masyarakat baik-baik saja," ujar Felix dalam siaran persnya, Senin (18/11).
Pernyataan Felix tersebut, menyikapi video viral aktifitas perkebunan sawit Korindo di wilayah Papua Selatan, awal November 2020 lalu. Tepatnya di Asiki, wilayah Kabupaten Boven Digoel, dan di Mam, wilayah Kabupaten Merauke.
Media tersebut, menampilkan gambar atau foto terkait pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, gambar pembukaan lahan (landclearing) hingga terlihat tanah, ungkap Felix, merupakan pemberitaan media tahun 2011.
"Itu gambar lama yang terus jadi bahan propaganda. Terkesan manipulatif, menggiring opini publik agar percaya ada pelanggaran hukum dan HAM," ungkapnya.
Latar video di media tersebut, urai Felix, mirip wilayah Wisibino. Berlokasi di antara kampung Anggai dan Getentiri. Mengingat, Felix bersama teman LSM sempat datang ke wilayah tersebut. Tepatnya, saat salah satu perusahaan membuka lahan baru di sana, Januari 2020.
Namun, perusahaan tersebut, terpaksa berhenti karena kehabisan modal. Imbasnya, banyak tumpukan kayu membusuk. Situasi ini, disinyalir, telah digunakan sebagai gambar pendukung di video salah satu media nasional. Tanpa memberi keterangan lokasi dan ditel pengambilan gambar.
"Begitu pula foto tumpukan kayu mol terkesan dari tempat lain yang terbengkalai begitu saja. Padahal Korindo mempunyai pabrik plywood. Pasti kayu itu dipakai," papar Felix.
Saat ini, terang Felix, lahan tersebut sudah ditanami sawit dan mulai produksi. Sehingga tak ada pembukaan lahan baru seperti yang diberitakan media baru-baru ini. Apalagi, Felix meyakini, sejak Juli hingga Oktober 2020, dirinya tidak melihat aktifitas Korindo seperti diberitakan media tersebut.
"Kenapa hanya Korindo yang menjadi sorotan dan kritikan? Sementara yang lain tidak disorot? Saya melihat ini lebih karena ada persaingan bisnis dan bukan murni membela masyarakat," imbuhnya.
Felix juga menjelaskan terkait dugaan pengusiran pemilik dusun oleh Korindo di rumah gubuk, dekat sungai Digoel, depan Asiki. Kenyataannya, disitu banyak warga kampung sekitar Digoel, datang dan menetap untuk ternak babi. Felix meyakini hal tersebut, karena salah satu kerabatnya juga tinggal di area itu.
Begitu juga video yang memperlihatkan seorang ibu menari dengan pakaian adat Suku Auyu. Felix yang juga berasal dari Auyu mempertanyakan tujuan pihak media memvisualisasikan penari dari sukunya.
"Korindo di tanah Auyu itu hanya di Getentiri yang disebut POP B. Kadang ada persoalah kecil tetapi dapat diatasi. Akhir tahun lalu, terjadi pembalakan. Tapi sudah diselesaikan. Intinya, kami orang suku Auyu tak ada masalah dengan Korindo. Karena kebanyakan hutan kami tak menjadi konsesinya. Sehingga apa maksudnya menaruh perempuan suku Auyu menari di situ?" tanya Felix.
Selain itu, Felix mengaku heran dengan pernyataan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) tentang "Ganti Rugi Tanah di Boven Digoel Papua Selatan Rp 100 ribu per Hektar." Felix menegaskan, tidak ada istilah "Ganti Rugi", melainkan "Uang Pelepasan Tanah atau Tali Asih."
Istilah "Ganti rugi", urainya, dapat diartikan bahwa warga tidak berhak mendapat apa-apa setelah menerima Rp 100 ribu. Sementara uang "Pelepasan Tanah atau Tali Asih", mengandung pengertian "ikatan" antara perusahaan dan masyarakat untuk mengelola bersama tanah tersebut.
Masyarakat, lanjut Felix, masih mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan dari perusahaan ketika perusahaannya berjalan. Sedangkan perusahaan mempunyai kewajiban CSR (Corporate Social Responsibility). "Itu yang lagi berjalan di Korindo sampai saat ini. Bahkan yang mengaku tuan dusun itu ada jaminan bulanannya," imbuhnya.
"Anda semua dari luar hanya pergi beberapa saat lalu memberi komentar yang kontra produktif. Sementara Korindo dan kami masyarakat yang tinggal di sana, dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun pun silih berganti. Kami yang mengalami susah dan senang di sana, bukan kamu," demikian Felix. [tsr]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3faQ6b9
via gqrds
"Baik lapangan pekerjaan, jaringan telekomunikasi, sekolah dan rumah sakit, boleh dikatakan yang terbaik di Kabupaten Boven Digoel. Serta perputaran ekonomi kerakyatan. Masyarakat baik-baik saja," ujar Felix dalam siaran persnya, Senin (18/11).
Pernyataan Felix tersebut, menyikapi video viral aktifitas perkebunan sawit Korindo di wilayah Papua Selatan, awal November 2020 lalu. Tepatnya di Asiki, wilayah Kabupaten Boven Digoel, dan di Mam, wilayah Kabupaten Merauke.
Media tersebut, menampilkan gambar atau foto terkait pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, gambar pembukaan lahan (landclearing) hingga terlihat tanah, ungkap Felix, merupakan pemberitaan media tahun 2011.
"Itu gambar lama yang terus jadi bahan propaganda. Terkesan manipulatif, menggiring opini publik agar percaya ada pelanggaran hukum dan HAM," ungkapnya.
Latar video di media tersebut, urai Felix, mirip wilayah Wisibino. Berlokasi di antara kampung Anggai dan Getentiri. Mengingat, Felix bersama teman LSM sempat datang ke wilayah tersebut. Tepatnya, saat salah satu perusahaan membuka lahan baru di sana, Januari 2020.
Namun, perusahaan tersebut, terpaksa berhenti karena kehabisan modal. Imbasnya, banyak tumpukan kayu membusuk. Situasi ini, disinyalir, telah digunakan sebagai gambar pendukung di video salah satu media nasional. Tanpa memberi keterangan lokasi dan ditel pengambilan gambar.
"Begitu pula foto tumpukan kayu mol terkesan dari tempat lain yang terbengkalai begitu saja. Padahal Korindo mempunyai pabrik plywood. Pasti kayu itu dipakai," papar Felix.
Saat ini, terang Felix, lahan tersebut sudah ditanami sawit dan mulai produksi. Sehingga tak ada pembukaan lahan baru seperti yang diberitakan media baru-baru ini. Apalagi, Felix meyakini, sejak Juli hingga Oktober 2020, dirinya tidak melihat aktifitas Korindo seperti diberitakan media tersebut.
"Kenapa hanya Korindo yang menjadi sorotan dan kritikan? Sementara yang lain tidak disorot? Saya melihat ini lebih karena ada persaingan bisnis dan bukan murni membela masyarakat," imbuhnya.
Felix juga menjelaskan terkait dugaan pengusiran pemilik dusun oleh Korindo di rumah gubuk, dekat sungai Digoel, depan Asiki. Kenyataannya, disitu banyak warga kampung sekitar Digoel, datang dan menetap untuk ternak babi. Felix meyakini hal tersebut, karena salah satu kerabatnya juga tinggal di area itu.
Begitu juga video yang memperlihatkan seorang ibu menari dengan pakaian adat Suku Auyu. Felix yang juga berasal dari Auyu mempertanyakan tujuan pihak media memvisualisasikan penari dari sukunya.
"Korindo di tanah Auyu itu hanya di Getentiri yang disebut POP B. Kadang ada persoalah kecil tetapi dapat diatasi. Akhir tahun lalu, terjadi pembalakan. Tapi sudah diselesaikan. Intinya, kami orang suku Auyu tak ada masalah dengan Korindo. Karena kebanyakan hutan kami tak menjadi konsesinya. Sehingga apa maksudnya menaruh perempuan suku Auyu menari di situ?" tanya Felix.
Selain itu, Felix mengaku heran dengan pernyataan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) tentang "Ganti Rugi Tanah di Boven Digoel Papua Selatan Rp 100 ribu per Hektar." Felix menegaskan, tidak ada istilah "Ganti Rugi", melainkan "Uang Pelepasan Tanah atau Tali Asih."
Istilah "Ganti rugi", urainya, dapat diartikan bahwa warga tidak berhak mendapat apa-apa setelah menerima Rp 100 ribu. Sementara uang "Pelepasan Tanah atau Tali Asih", mengandung pengertian "ikatan" antara perusahaan dan masyarakat untuk mengelola bersama tanah tersebut.
Masyarakat, lanjut Felix, masih mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan dari perusahaan ketika perusahaannya berjalan. Sedangkan perusahaan mempunyai kewajiban CSR (Corporate Social Responsibility). "Itu yang lagi berjalan di Korindo sampai saat ini. Bahkan yang mengaku tuan dusun itu ada jaminan bulanannya," imbuhnya.
"Anda semua dari luar hanya pergi beberapa saat lalu memberi komentar yang kontra produktif. Sementara Korindo dan kami masyarakat yang tinggal di sana, dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun pun silih berganti. Kami yang mengalami susah dan senang di sana, bukan kamu," demikian Felix. [tsr]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3faQ6b9
via gqrds
0 Response to "Tomas Asiki Ungkap Kejanggalan Video Viral Aktifitas Perkebunan Korindo"
Posting Komentar