Walhi: Bukan Hanya Sampah, Pemkot Tangsel Juga Tak Berupaya Perbaiki Polusi Udara
RMOLBANTEN. Selama dua periode kepemimpinan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany dan Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie rupanya permasalahan sampah tak juga kunjung terselesaikan.
Longsornya sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, hingga banyaknya TPA liar di Tangsel dan sampah yang berserakan di jalan-jalan jadi momok bagi Airin-Benyamin.
Hingga Airin mengakui sulit mendapatkan Piala Adipura Kencana. Piala tersebut merupakan penghargaan tinggi bagi kota yang menunjukan kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Bahkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta sebagai organisasi lingkungan hidup tertua di Indonesia, turut mengomentari permasalahan sampah di Tangsel.
Walhi juga mencatat permasalahan lingkungan hidup di Tangsel yang masih jauh dari perintah kebijakan urusan lingkungan hidup.
"Ya memang dalam catatan kita bukan cuman urusan lingkungan hidup di Tangsel itu masih jauh dari perintah kebijakan urusan lingkungan hidup, baik itu soal sampah, beberapa kali Tangsel kedapatan dalam kondisi pencemaran udara yang buruk," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Ahmad saat dikonfirmasi, Senin (9/11).
Tubagus juga mengatakan, kebijakan-kebijakan pencegahan penanganan sampah di Tangsel belum dilakukan oleh Airin-Benyamin.
"Sebenarnya ada upaya yang penting dilakukan kepala daerah, tapi tidak dilakukan. Misalnya, kebijakan pencegahan penanganan sampah tidak banyak dilakukan di Tangsel. Sebenernya bukan Tangsel saja, beberapa daerah Tangerang dalam catatan kita penanganan sampah masih cukup buruk," ujarnya.
Masih kata Tubagus, seharusnya dalam penanganan sampah Tangsel jika tidak ingin dijuluki 'Kota Darurat Sampah', harus mencontoh Jakarta yang mengeluarkan kebijakan larangan kantong plastik sekali pakai.
"Yang kita khawatirkan daerah ini (Tangsel) akan seperti Jakarta mengalami darurat sampah. Seharusnya upaya pencegahan dilakukan oleh wilayah ini. Misalnya, Jakarta sekarang mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik. Itu tidak dilakukan (di Tangsel). Menurut kami, seharusnya di Tangsel sudah mulai kebijakan ini, sudah mulai meniru kebijakan yang sudah dilakukan beberapa kota dan kepala daerah," papar Tubagus.
Diketahui, pada tahun 2018 Airin mengeluarkan Surat Edaran Walikota Tangsel dengan Nomor 660-1/3067-DLH/2018 tentang Imbauan Pengurangan Sampah Plastik.
Surat Edaran itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Dalam rangka melaksanakan kebijakan nasional berupa pengurangan sampah plastik, diimbau seluruh pelaku usaha atau toko ritel modern, super market, mini market dan pasar tradisional di wilayah Tangsel untuk mengurangi penggunaan plastik," begitu bunyi surat edaran tersebut.
Namun, hingga saat ini masih banyak toko ritel modern, super market hingga pasar tradisional masih menggunakan plastik.
Lanjut Tubagus, belum ada peraturan yang tegas dari Pemkot Tangsel membuat penggunaan sampah plastik masih terkesan ada pembiaran.
"Karena belum ada peraturannya itu, seharusnya sampah dibatasi ditingkatan sumber, kalau memang selama ini sampah masih sembarangan artinya ada pembiaran dari Pemerintah Kota Tangsel," katanya.
Dugaan pembiaran dalam penanganan sampah oleh Pemkot Tangsel juga ditandai dengan banyaknya laporan ke Walhi, yang mengeluhkan kondisi lingkungan hidup.
"Beberapa keluhan dari beberapa warga tentang pencemaran dalam dua tahun ini saja, kami dihubungi warga tentang kondisi lingkungan hidup yang terus dibiarkan buruk oleh pemerintah. Kemarin TPA Cipeucang (longsor). Artinya, urusan kinerja lingkungan hidup itu tidak menjadi fokus atau tidak serius dikerjakan oleh pemerintah. Robohnya, Cipeucang itu menandakan kerja pemantauan, kerja perlindungan yang seharusnya itu dilakukan oleh pemerintah dan itu sudah ada peraturan turunannya, itu tidak dilakukan," jelas Tubagus.
Warga yang mengeluh ke Pemkot Tangsel maupun dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) soal lingkungan, belum tentu ditanggapi serius.
"(Warga) mengeluhpun belum tentu ditanggapi. Saya ingat betul beberapa teman melakukan protes terkait soal udara (Tangsel) saja tidak banyak upaya dilakukan, jadi sebenarnya kita lihat belum serius urusan lingkungan hidup. Karena seharusnya memang, Tangsel termasuk Kota besar. Persoalan sampah menjadi momok," tuturnya.
"Nah sementara pemimpin di kota besar kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan terkait lingkungan hidup yang mumpuni, seharusnya punya perspektif lingkungan hidup. Karena kita tahu bahwa kota besar pasti urusan sampah, urusan udara dan sebagainya," tutup Tubagus [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3k9bAGh
via gqrds
Longsornya sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, hingga banyaknya TPA liar di Tangsel dan sampah yang berserakan di jalan-jalan jadi momok bagi Airin-Benyamin.
Hingga Airin mengakui sulit mendapatkan Piala Adipura Kencana. Piala tersebut merupakan penghargaan tinggi bagi kota yang menunjukan kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Bahkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta sebagai organisasi lingkungan hidup tertua di Indonesia, turut mengomentari permasalahan sampah di Tangsel.
Walhi juga mencatat permasalahan lingkungan hidup di Tangsel yang masih jauh dari perintah kebijakan urusan lingkungan hidup.
"Ya memang dalam catatan kita bukan cuman urusan lingkungan hidup di Tangsel itu masih jauh dari perintah kebijakan urusan lingkungan hidup, baik itu soal sampah, beberapa kali Tangsel kedapatan dalam kondisi pencemaran udara yang buruk," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Ahmad saat dikonfirmasi, Senin (9/11).
Tubagus juga mengatakan, kebijakan-kebijakan pencegahan penanganan sampah di Tangsel belum dilakukan oleh Airin-Benyamin.
"Sebenarnya ada upaya yang penting dilakukan kepala daerah, tapi tidak dilakukan. Misalnya, kebijakan pencegahan penanganan sampah tidak banyak dilakukan di Tangsel. Sebenernya bukan Tangsel saja, beberapa daerah Tangerang dalam catatan kita penanganan sampah masih cukup buruk," ujarnya.
Masih kata Tubagus, seharusnya dalam penanganan sampah Tangsel jika tidak ingin dijuluki 'Kota Darurat Sampah', harus mencontoh Jakarta yang mengeluarkan kebijakan larangan kantong plastik sekali pakai.
"Yang kita khawatirkan daerah ini (Tangsel) akan seperti Jakarta mengalami darurat sampah. Seharusnya upaya pencegahan dilakukan oleh wilayah ini. Misalnya, Jakarta sekarang mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik. Itu tidak dilakukan (di Tangsel). Menurut kami, seharusnya di Tangsel sudah mulai kebijakan ini, sudah mulai meniru kebijakan yang sudah dilakukan beberapa kota dan kepala daerah," papar Tubagus.
Diketahui, pada tahun 2018 Airin mengeluarkan Surat Edaran Walikota Tangsel dengan Nomor 660-1/3067-DLH/2018 tentang Imbauan Pengurangan Sampah Plastik.
Surat Edaran itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Dalam rangka melaksanakan kebijakan nasional berupa pengurangan sampah plastik, diimbau seluruh pelaku usaha atau toko ritel modern, super market, mini market dan pasar tradisional di wilayah Tangsel untuk mengurangi penggunaan plastik," begitu bunyi surat edaran tersebut.
Namun, hingga saat ini masih banyak toko ritel modern, super market hingga pasar tradisional masih menggunakan plastik.
Lanjut Tubagus, belum ada peraturan yang tegas dari Pemkot Tangsel membuat penggunaan sampah plastik masih terkesan ada pembiaran.
"Karena belum ada peraturannya itu, seharusnya sampah dibatasi ditingkatan sumber, kalau memang selama ini sampah masih sembarangan artinya ada pembiaran dari Pemerintah Kota Tangsel," katanya.
Dugaan pembiaran dalam penanganan sampah oleh Pemkot Tangsel juga ditandai dengan banyaknya laporan ke Walhi, yang mengeluhkan kondisi lingkungan hidup.
"Beberapa keluhan dari beberapa warga tentang pencemaran dalam dua tahun ini saja, kami dihubungi warga tentang kondisi lingkungan hidup yang terus dibiarkan buruk oleh pemerintah. Kemarin TPA Cipeucang (longsor). Artinya, urusan kinerja lingkungan hidup itu tidak menjadi fokus atau tidak serius dikerjakan oleh pemerintah. Robohnya, Cipeucang itu menandakan kerja pemantauan, kerja perlindungan yang seharusnya itu dilakukan oleh pemerintah dan itu sudah ada peraturan turunannya, itu tidak dilakukan," jelas Tubagus.
Warga yang mengeluh ke Pemkot Tangsel maupun dinas terkait dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) soal lingkungan, belum tentu ditanggapi serius.
"(Warga) mengeluhpun belum tentu ditanggapi. Saya ingat betul beberapa teman melakukan protes terkait soal udara (Tangsel) saja tidak banyak upaya dilakukan, jadi sebenarnya kita lihat belum serius urusan lingkungan hidup. Karena seharusnya memang, Tangsel termasuk Kota besar. Persoalan sampah menjadi momok," tuturnya.
"Nah sementara pemimpin di kota besar kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan terkait lingkungan hidup yang mumpuni, seharusnya punya perspektif lingkungan hidup. Karena kita tahu bahwa kota besar pasti urusan sampah, urusan udara dan sebagainya," tutup Tubagus [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3k9bAGh
via gqrds
0 Response to "Walhi: Bukan Hanya Sampah, Pemkot Tangsel Juga Tak Berupaya Perbaiki Polusi Udara"
Posting Komentar