Stigma Gen Z pada Kelangsungan Dakwah di Era Milenial
Oleh : Devi Komalasari, Mahaiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebelum beranjak kepada pembahasan Stigma, Gen Z, dan dan kaitannya dengan dakwah, alangkah lebih baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Stigma. Stigma dipergunakan di dalam istilah “stigma sosial” yaitu pikiran, ataupandangan seseorang kepada seseorang lainnya atau suatu kelompok masyarakat. Stigma tersebut dapat berupa kepercayaan negatif maupun positif, yang didapatkan seseorang dari masyarakat atau lingkungannya berupa labeling, stereotip, jugaseparation.
Tidak dipungkiri, berbagai pandangan lingkungan sekitar terhadap anak-anak zaman ini dapat memicu perilaku diskriminatif, sehingga dapat menghadirkan rasa tidak percaya diri, dan doktrin negatif pada Gen Z, tanpa melihat sisi positifnya.Sehubungan dengan itu, dalam artikel ini akan dipaparkan mengenai, bagaimana stigma masyarakat dalam melihat karakter, dan prilaku Gen Z padaera milenial.
Generasi Z sendiri, dapat diartikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun 1998 sampai 2010. Di mana teknologi secara aktif dikembangkan di tangan mereka.Mereka mengetahui semua seluk-beluk teknologi. Bahkan, kemampuan teknologi mereka seakan bawaan dari lahir. Mereka dapat secara spontan mengekspresikan diri dalam berbagai ptalform media sosial, seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan sebagainya, sehingga berjarak tipis antara privasi diri dan dunia luar.
Di era Milenial ini, setiap individu digambarkan sebagai orang yang sangat lekat dengan penggunaan teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa banyak perubahan dari berbagai aspek. Salah satunya adalah media. Pada generasi ini, orang-orang terbiasa menggunakan media sebagai sarana informasi, ekspresi diri, komunikasi, dan sebagainya. Begitu pesatnya kemajuan zaman untuk mempermudah kehidupan manusia, tidak mengurangi permasalahan yang kerap muncul seiring disajikannya secara instan melalui media.
Terutama permasalahan agama. Di mana banyak ditemukan penyimpanan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaidah agama tersebut. Di satu sisi media memberikan alternatif sebagai sarana ilmu pengetahuan baik umum, maupun ilmu agama. Namun, di sisi lain media juga memberikan pemahamannya yang dangkal terhadap agama secara utuh. Untuk itu, manusia diharapkan mampu memilih mana yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan.
Generasi Z sendiri, dapat diartikan sebagai orang-orang yang lahir dalam rentang tahun 1998 sampai 2010. Di mana teknologi secara aktif dikembangkan di tangan mereka. Mereka mengetahui semua seluk-beluk teknologi. Bahkan, kemampuan teknologi mereka seakan bawaan dari lahir. Mereka dapat secara spontan mengekspresikan diri dalam berbagai ptalform media sosial, seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan sebagainya, sehingga berjarak tipis antara privasi diri dan dunia luar.Banyak pendapat mengatakan jika generasi ini adalah generasi yang mandiri dan serba individualis.
Generasi ini merupakan generasi yang mahir dalam menjalankan berbagai aktivitas dengan menggunakan gawai ataupun teknologi lainnya. biasanya generasi ini cenderung menyukai interaksi sosial yang dilakukan melalui jejaring sosial. Apapun yang dilakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.
Generasi Z pertama di Indonesia adalah generasi kelahiran tahun 1995, dimana pada saat itu internet sudah hadir di Indonesia. Generasi Z tersebut sudah beranjak dewasa, mencaridan memiliki pekerjaan, melihat peralihan rezim orde baru ke rezim reformasi, dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bidang-bidang dalam kehidupan sehari-hari seperti ekonomi, politk, sosial, budaya, agama dan lainnya.
Begitu dekatnya teknologi dengan kehidupan generasi sekarang, membuat mereka secara tidak langsung menjadi pribadi yang serba instan. Cenderung malas mencari informasi berkualitas sehingga menelan mentah-mentah hoax yang banyak bertebaran di media. Selain itu, banyak masyarakat menganggap anak-anak di generasi ini terlalu bebas dalam pergaulan, minim sopan santun karena cenderung individualis.
Banyak stigma negatif di masyarakat yang dilontarkan kepada anak-anak generasi Z.Sering dicap sebagai generasi yang manja dengan penggunaan gawai yang yang canggih bisa mempermudah seseorang untuk melakukan apa saja, menimbulkan sikap angkuh..Semua itu memang tidak sepenuhnya salah. Begitulah dampak negatif kemajuan teknologi bahkan untuk generasi-generasi selanjutnya. Sebagai masyarakat cerdas, lebih baiknya jika mereka sama-samasaling bahu-membahu menciptakan lingkungan yang baik untuk anak-anak zaman sekarang di tengah-tengah arus teknologi yang begitu deras. Membimbing dan mengarahkanagar mereka tahu apa yang harus mereka lakukan di masa depan.
Ketika oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengharapkan lebih dari teknologi ini dengan cara-cara yang melanggar hukum, memanfaatkannya dengan seenak hati, sehingga memunculkan pula pertentangan tentang teknologi itu sendiri. Selain penyalahgunaan teknologi, teknologi membuat semua orang dari tingkat kanak-kanak hingga dewasa menjadi lalai akan waktu. Banyak waktu yang terbuang hanya karena terlalu asik dengan teknologi tersebut. Sebagai generasi millenial, kita harus menghindari peyalahgunaan teknologi untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Sebelum di lanjut ke pembahasan beikutnya, sebenarnya apa sih dakwah itu ? dakwah sendiri bermakna seruan atau ajakan kepada suatu Pintu Taubat atau usaha mengubah situasi dari yang buruk menuju kebaikan atau dari yang baik menuju penyempurnaan baik individu maupun kelompok atau bermasyarakat.
Tidak melulu tentang keburukannya. Stigma positif masyarakat untuk generasi Z ini juga tidak redup. Dunia bergantung pada keduanya. Teknologi, dan anak muda. Khusunya di Indonesia, negara dengan penganut agama Islam terbanyak di dunia. Sistem dakwah pun tidak lepas dari perubahan zaman. Dulu, para ulama berdakwah dengan cara paling primitif, yaitu dari mulut ke mulut, mendirikan majelis dan pondok-pondok pusat dakwah. Lalu para wali menciptakan cara kreatif juga efisien dalam penyebaran dakwah Islam di Nusantara, yaitu membuat panggung kesenian cerita Mahabarata yang dirubah sesuai kaidah agama Islam. Namun, zaman sekarang penyebaran dakwah dapat lebih mudah berkat bantuan teknologi, menjangkau seluruh penjuru dunia dampaknya. Banyak forum anak muda di media sosial yang memberi ruang kepada siapa pun untuk saling belajar dan memahami apa yang tidak mereka mengerti.
Dakwah sendiri bagi umat muslim adalah suatu kewajiban yang sifatnya menyeluruh dimana hal itu menjadi suatu kewajiban saat seseorang sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk atau disebut dengan baliqh. Dimana kewajiban dakwah ini dilakukan baik antara individu dengan individu lainnya atau antar individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok lainnya sehingga sebenarnya hakikat seorang muslim adalah berdakwah.
Tidak berhenti pada bidang dakwah. Dampak positif lainnya, yaitu dengan munculnya aplikasi go-food yang membuat siapa saja mudah untuk membeli makanan di mana saja dan kapan saja selagi bisa mengakses layanan tersebut, ini juga bisa memicu tingkat kemalasan seseorang menjadi meningkat.
Lalu apa saja tantangan dakwah di era digitalisasi untuk pemuda Islam saat ini?
Banyak ujian selalu menghampiri umat muslim yang ingin memperjuangkan Islam di jalan dakwah, sehingga tidak ada perjalanan yang mulus pasti ada tanjakan dan lika-liku dalam jalan dakwah itu sendiri. tantangan tantangan dakwah di era digitalisasi diantaranya yaitu :
1. Terjadi pergolakan dalam amanah
Bagaimanapun dalam mengemban amanah itu sangatlah besar tanggung jawabnya, apalagi bila dihadapkan dengan kasus-kasus di Medan dakwah yang sering mengundang pro dan kontra. sehingga tidak menutup kemungkinan akan timbulnya suatu rasa ingin menang sendiri atau perasaan tidak terkendali karena merasa hebat dan lebih pantas dalam mengemban dakwah.
2. Terjadi pergolakan dalam kejiwaan dan syahwat
Setiap muslim pastinya memiliki perasaan baik itu bahagia sedih marah geli sayang memang manusiawi dan hal yang wajar. hanya saja untuk pemuda Islam yang turun di Medan dakwah harus mampu mengelola kejiwaan agar tidak mudah untuk melankolis atau terpancing amarah hingga Emosi tidak terkendali. Karena bagaimanapun dakwah akan berjalan dengan lancar apabila disampaikan dengan cara yang tenang dan terkendali.
hal yang paling harus menjadi tantangan untuk pemuda Indonesia adalah munculnya gejolak syahwat yang lagi sebenarnya ini manusiawi, hanya saja di usia muda harus pandai dalam mengendalikan dan jangan sampai para aktivis dakwah atau pengemban dakwah tercebur dalam lemah syahwat yang mematikan. Mereka punya kemampuan untuk dapat membedakan informasi itu termasuk berita palsu atau bukan, sebelum diteruskan lagi atau dalam artian sebelum di dakwahkan lagi.
Mari kita saling merefleksi diri masing-masing, dengan mulai menghapus stigma negatif yang melekat pada diri kita. sehingga kita semua bisa memunculkan potensi positif yang ada pada generasi kita sekarang, dan bisa menjadi pedoman yang lebih baik lagi untuk generasi selanjutnya
(***)
0 Response to "Stigma Gen Z pada Kelangsungan Dakwah di Era Milenial"
Posting Komentar