Bom Dan Korupsi, Dua Berita Dari Makassar

RMOLBANTEN Serpihan tubuh manusia berserakan. Itu di duga potongan tubuh pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pagi ini. Ledakan menyembur api mengagetkan jemaat gereja yang sedang melintas untuk ibadah.

Awalnya seperti bunyi guntur. Bunyi ledakan itu mengagetkan warga Makassar. Warga berkisah, ledakan menyerupai guntur itu terjadi saat umat kristiani sedang ingin ibadah.

Benar adanya. Ledakan bom terjadi persis di depan Gereja Katedral Makassar Jalan Kajaolalido Makassar. Polisi menduga ini adalah aksi bom bunuh diri yang terjadi sekitar 10.30 WITA.

Polisi menyebut 10 korban, sembilan diantaranya korban luka-luka yang sedang dalam perawatan, satu orang meninggal dunia. Polisi menduga yang meninggal itu adalah pelaku.

Aksi Berulang-Ulang


Peristiwa di depan Gereja Katedral Makassar adalah pengulangan kisah atas aksi-aksi bom bunuh diri yang serupa. Penyerangan sejumlah rumah ibadah masih menjadi pola yang terus berulang.

Serangan bom bunuh diri sepertinya telah menjadi inspirasi bagi kelompok-kelompok teroris. Pola dan sasaran aksi penyerangan bom bunuh diri berbeda dari tahun ke tahun. Tiga tahun terakhir, aksi bom bunuh kerap dilakukan oleh pelaku bersama keluarga intinya dan sasarannya terbanyak adalah rumah ibadah.

Ambil contoh, misalnya penyerangan yang terjadi pada 3 (tiga) gereja di Surabaya, yaitu Gereja Santa Maria Tidak Bercela, Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Dita Soepriyanto sebagai pelaku utama melakukan aksinya bersama istri dan empat anaknya.

Kejadian lainnya, ledakan bom yang terjadi di sebuah unit rusunawa di Sidoarjo maupun di Mapolrestabes Surabaya. Aksi-aksi tersebut juga dilakukan oleh satu keluarga bersama istri dan anak-anaknya.

Aksi bom bunuh diri semakin memperihatinkan karena melibatkan anggota keluarga, terutama anak-anak. Nampaknya, aksi-aksi ini masih akan tetap eksis walau berbagai upaya telah dilakukan, Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Kerja Sunyi, Korupsi dan Bom


Flash back peristiwa, bom bunuh diri di Gereja Katedral pagi ini, terjadi berselang belum lama dari penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan oleh KPK. Nurdin Abdullah bergelar professor itu, ditangkap KPK atas dugaan tindak pidana korupsi, gratifikasi sejumlah proyek infrastruktur.

Tidak ada yang menduga, KPK diam-diam mampu mendeteksi aliran uang gratifikasi dalam ruang kesunyian. Heboh, tentu saja.

Nurdin Abdullah yang pesohor sebagai pemimpin kharismatik, pernah meraih penghargaan anti korupsi itu, kini rusak berantakan. Kejadian bom bunuh di depan Gereja Katedral hari ini, adalah heboh kedua setelah penangkapan Nurdin Abdullah.

Sebagaimana aksi bom bunuh diri, korupsi dan kisah teror sama-sama menciptakan keresahan. Dampak dari aksi-aksi ini adalah kecemasan, dan pula ketakutan.

Bedanya, mungkin terbalik. Sekarang Nurdin Abdullah cemas akan mungkin dipenjara sedangkan pelaku bom bunuh diri telah menciptakan rasa was-was di tengah warga Makassar.

Reaksi Manusiawi

Fakta menunjukan, selama ini pelaku bom bunuh diri bukanlah seorang aktor penting dalam lapisan masyarakat. Mereka sunyi dari gemerlap predikat dunia yang mempesona. Mereka yang mengambil jalan ini bukanlah seorang pengusaha kaya raya, pejabat atau intelektual yang telah menerbitkan ratusan judul buku populer.

Sebagian dari mereka hanya warga biasa. Mereka hidup dengan sederhana. Pelak tak disangka, tanpa ragu melakukan bom bunuh diri, bahkan memboyong keluarga.

Inisiatif itu timbul dari ruang perbincangan yang sunyi. Tidak ada meja debat meriah di sana untuk memutuskan apakah ini harus dilakukan atau tidak. Riwayat kegelisahan sebelum mengakhiri hidup pun tak pernah mencuat selain, radikalisasi dan intoleran.

Dua isu yang dianggap sebagai biang masalah aksi bom bunuh diri. Sejumlah paket program telah diluncurkan, pelibatan dan gandeng menggandeng kementeriaan pun dilakukan setiap tahunnya.

Pertanyaan pun timbul? Mengapa dalam kasus Makassar, heboh korupsi dalam senyap Nurdin Abdullah bisa terdeteksi sementara aksi bom bunuh diri tidak? Apakah Polri dan BNPT tidak memiliki cukup alat deteksi dini ataukah kerja intelegen yang tidak mampu menangkap informasi?

Kita patut mengutuk aksi bom bunuh diri, sebagai reaksi kemanusiaan. Dengan bisa jadi mengikutkan sebuah pertanyaan mewakili asumsi-asumsi publik yang merupakan deret tanya mengulang dari waktu ke waktu.

Kapan aksi bom bunuh diri bisa dicegah seperti korupsi? [red]

Andika
Wakil Ketua DPW Partai NasDem Sulteng Bidang SDA



from RMOLBanten.com https://ift.tt/39lHAUN
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bom Dan Korupsi, Dua Berita Dari Makassar"

Posting Komentar