Merdeka Belajar Di Era Kemerdekaan
RMOLBANTEN Kebijakan merdeka belajar hakikatnya memberikan keterbukaan bagi pelaku pendidikan dalam mengelola, mendesain, mengimplementasikan, dan menerapkan penilaian pembelajaran.
Pendidikan harus memberi keleluasaan bagi setiap orang untuk mengatakan kata-katanya sendiri, bukan kata-kata orang lain. Murid harus diberi kesempatan untuk mengatakan dengan kata-katanya sendiri, bukan kata-kata sang guru (Freire: 2000, xx).
Pernyataan tersebut memberikan pemahaman bahwa proses pendidikan seharusnya dibangun atas dasar proses fungsional, bukan sekedar kegiatan teknis mengajarkan huruf-huruf dan angka-angka serta merangkainya menjadi kata-kata dalam kalimat yang tersusun secara mekanis.
Proses pembelajaran bukan sekadar rutinitas toutologis yang hanya mengisi waktu, tetapi harus berubah menjadi aktifitas yang dapat membawa dampak perubahan bagi murid, dari aspek pengetahuan, skill psikomotorik, hingga perubahan perilaku keseharian.
Melalui kegiatan pembelajaran diharapkan akan muncul kreatifitas dan perubahan cara berfikir kritis murid dalam berbagai lini kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai langkahpun dilakukan, mulai dari kebijakan penerapan kurikulum 2013 yang mengedepankan pola pembelajaran aktif learning, perubahan orientasi pembelajaran dari teacher oriented ke student oriented, hingga sumber belajar yang diperluas dengan memanfaatkan teknologi sebagai media hantarannya.
Beberapa pertanyaanpun kemudian muncul, apakah kebijakan tersebut sudah menuai hasil maksimal? Agar tujuan tersebut tercapai tentu harus dibarengi dengan usaha maksimal dari semua subyek pendidikan. Sistem pendidikan harus diperkuat melalui kegiatan nyata para pelaku pendidikan sekolah/madrasah demi terwujudnya pendidikan yang lebih berkualitas.
Istilah "merdeka belajar" yang digulirkan Kementerian Pendidikan Nasional bukan tanpa makna. Merdeka bukan berarti bebas sebebasnya melakukan aktifitas pembelajaran tanpa kontrol akademik. Merdeka Belajar berarti kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran.
Melalui konsep merdeka belajar sekolah/madrasah diberikan hak mengembangkan pola orientasi pembelajaran yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang terjadi di masyarakat berdasarkan sajian kurikulum Nasional. Implementasi konsep merdeka belajar sekolah/madrasah bukan sekadar mengikuti pedoman tertulis dalam Standar Kompeoetensi Lulusan, Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar, tetapi lebih menuntut kepala sekolah/madrasah dan guru mampu mengejawantahkan tuntutan kemampuan tersebut berdasarkan kebutuhan para peserta didik, dapat mendesain pola pembelajaran yang lebih kreatif, kegiatan pembelajaran yang dapat mengajak para peserta didik berfikir kritis, serta dapat menyelesaikan problem kehidupannya secara mandiri.
Guru Kreatif yang Merdeka
Dalam perspektif pendidikan, merdeka belajar dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pertama, bagi peserta didik merdeka belajar berarti dapat proses memperoleh kompetensi yang diperlukan melalui berbagai pembelajaran guna menyongsong masa depan yang lebih baik. Kedua, bagi guru merdeka belajar berarti upaya melakukan rancangan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran melalui berbagai pendekatan, sehingga tercapai pembelajaran yang optimal dan bermakna bagi peserta didik.
Ketika proses pendidikan diidentikkan dengan interaksi edukasi antara guru murid, keberadaan keduanya menjadi komponen signifikan yang saling melengkapi. Dalam menghadapi era abad 21 guru peserta didik yang handal perlu dibekali dengan ragam keterampilan (Fauzan: 2020; 164), yaitu: pertama, life and career skill, bentuk keterampilan yang mengarah pada fleksibilitas belajar dan inisiatif mengatur kehidupannya.
Kedua, learning and innovation skills, bentuk kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan berkomunikasi, serta kemampuan berfikir, bekerja kreatif dan ketiga, information media and technology skills, bentuk keterampilan dalam mengolah informasi, media teknologi yang berkembang.
Untuk menjaga eksistensi dan stabilitas kehidupannya, di era ini guru peserta didik membutuhkan keterampilan tersebut tanpa boleh ditawar lagi. Saking penting posisi keduanya, bentuk kebijakan kurikulum yang diterapkan pemerintahpun, semua sangat bergantung pada kesiapan dan kematangan gurunya dalam menjalani kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru hebat adalah guru yang mampu menerapkan kegiatan pembelajaran kreatif dalam situasi dan kondisi apapun. Keberadaan guru dirasakan begitu sentral dan dominan, tidak ada titah guru yang dibantah muridnya. Melihat begitu penting posisi guru dalam pendidikan, maka pengangkatannnya pun tidak boleh sembarang.
Ada berbagai persyaratan minimal yang mesti dipenuhi, antara lain harus memiliki empat kompetensi minimal, meliputi kemampuan penguasaan materi ajar (profesional), teaching skill, kepribadian baik, dan kemampuan berkomunikasi yang handal. Selanjutnya guru harus berkualifilasi sarjana, dan memiliki lisensi guru profesional yang diperolehnya melalui program Pendidikan Profesi Guru.
Ketika persyaratan minimal tersebut sudah terpenuhi sejatinya proses pendidikan juga akan menghasilkan targetan minimal yang ditentukan. Nyatanya, hingga saat ini sebarek persoalan pendidikan dan pebelajaran juga masih juga terus bermunculan, mulai dari persoalan underkualifikasi, guru mengajar bukan pada bidangnya (missmatch), dan masih ada guru yang belum tersertifikasi karena berbagai alasan.
Jika masih ada guru mengajar bukan pada bidangnya dapat dipastikan minimnya penguasaan keilmuan guru tersebut pada bidang yang dia ampu; dan sangat dimungkinkan penerapan teaching skill pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung pun kurang maksimal.
Implikasinya tidak mungkin ada interaksi edukasi yang memberikan perubahan apa pun pada diri seorang siswa. Pembelajaran seperti itu tidak lebih sekedar pengguguran kewajiban seorang guru demi pemenuhan kewajiban mengajar, dan sudah barang tentu aktifitas yang dilakukan juga tidak berdampak sama sekali terhadap perubahan pengetahuan, skill, dan sikap para peserta didik.
Seorang guru lulusan sarjana dan linear bidang bidang keilmuannya diharapkan menunjukkan adanya kematangan berfikir untuk merancang pembelajaran, kreatif, dan inovatif dalam pemilihan metodologi pembelajaran.
Guru kreatif terus berusaha beradaptasi menemukenali semua kebutuhan peserta didik, metode pembelajaran merupakan ragam pilihan yang dijadikan opsi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Berfikir bebas dalam memilih metode juga menjadi pilihan guru kreatif dalam mengakomodasi tuntutan pembelajaran. Bagi guru kreatif, berfikir inovatif selalu menjadi kebutuhan, tidak ada aktifitas pembelajaran yang dilakukannya tanpa hal baru yang menyenangkan.
Pembelajaran kreatif hanya dapat diimplementasikan oleh seorang guru yang memiliki kemerdekaan berfikir, berkreasi, dan berinovasi dalam pada saat pembelajaran tatap muka atau pembelajaran dalam jaringan dilakukan. Semua bentuk dan model pembelajaran sangat bergantung pada kesiapan dan kemerdekaan guru dalam memilih metode pembelajaran.
Guru kreatif adalah guru yang memiliki kemerdekaan berfikir dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran, guru yang selalu berfikir untuk keberlangsungan pembelajaran yang bermakna bagi para peserta didik.
Dengan kata lain, seorang guru kreatif di zaman merdeka tentu harus menjukan hal-hal baru berikut: pertama, guru yang tidak pernah berhenti melakukan pengembangan diri melalui ragam pembelajaran. Membaca, melakukan penelitian (classroom action research), serta mengikuti even akademik ilmiah lainnya secara terencana dan berkesinambungan.
Kedua, mulailah melakukan perubahan baru yang dapat memunculkan paradigma baru dalam kegiatan pembelajaran. Ketiga, renungkan bahwa peserta didik merupakan "anakâ yang membutuhkan bimbingan, arahan sama layaknya anak kandung biologis sendiri. Dengan cara berfikir seperti itu diharapkan akan muncul perlakuan yang lebih exellent untuk para peserta didik.
Keempat, teruslah berinovasi melakukan perbaikan, temukenali berbagai persoalan yang muncul sembari mencari ragam metode yang tepat dalam melakukan aktifitas pembelajaran.
Kelima, jadilah guru independen, guru yang merdeka dari segala bentuk ketergantungan administratif yang orang lain buat. Teruslah menjadi diri yang memiliki kemandirian dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Yakinkan bahwa diri kita mampu melakukan hal terbaik dalam melahirkan generasi emas di masa mendatang. [red]
Dr. Fauzan MADosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kabid Pendidikan dan Penguatan Nilai Karakter IKALUIN.
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3fJL8nb
via gqrds
Pendidikan harus memberi keleluasaan bagi setiap orang untuk mengatakan kata-katanya sendiri, bukan kata-kata orang lain. Murid harus diberi kesempatan untuk mengatakan dengan kata-katanya sendiri, bukan kata-kata sang guru (Freire: 2000, xx).
Pernyataan tersebut memberikan pemahaman bahwa proses pendidikan seharusnya dibangun atas dasar proses fungsional, bukan sekedar kegiatan teknis mengajarkan huruf-huruf dan angka-angka serta merangkainya menjadi kata-kata dalam kalimat yang tersusun secara mekanis.
Proses pembelajaran bukan sekadar rutinitas toutologis yang hanya mengisi waktu, tetapi harus berubah menjadi aktifitas yang dapat membawa dampak perubahan bagi murid, dari aspek pengetahuan, skill psikomotorik, hingga perubahan perilaku keseharian.
Melalui kegiatan pembelajaran diharapkan akan muncul kreatifitas dan perubahan cara berfikir kritis murid dalam berbagai lini kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut berbagai langkahpun dilakukan, mulai dari kebijakan penerapan kurikulum 2013 yang mengedepankan pola pembelajaran aktif learning, perubahan orientasi pembelajaran dari teacher oriented ke student oriented, hingga sumber belajar yang diperluas dengan memanfaatkan teknologi sebagai media hantarannya.
Beberapa pertanyaanpun kemudian muncul, apakah kebijakan tersebut sudah menuai hasil maksimal? Agar tujuan tersebut tercapai tentu harus dibarengi dengan usaha maksimal dari semua subyek pendidikan. Sistem pendidikan harus diperkuat melalui kegiatan nyata para pelaku pendidikan sekolah/madrasah demi terwujudnya pendidikan yang lebih berkualitas.
Istilah "merdeka belajar" yang digulirkan Kementerian Pendidikan Nasional bukan tanpa makna. Merdeka bukan berarti bebas sebebasnya melakukan aktifitas pembelajaran tanpa kontrol akademik. Merdeka Belajar berarti kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran.
Melalui konsep merdeka belajar sekolah/madrasah diberikan hak mengembangkan pola orientasi pembelajaran yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang terjadi di masyarakat berdasarkan sajian kurikulum Nasional. Implementasi konsep merdeka belajar sekolah/madrasah bukan sekadar mengikuti pedoman tertulis dalam Standar Kompeoetensi Lulusan, Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar, tetapi lebih menuntut kepala sekolah/madrasah dan guru mampu mengejawantahkan tuntutan kemampuan tersebut berdasarkan kebutuhan para peserta didik, dapat mendesain pola pembelajaran yang lebih kreatif, kegiatan pembelajaran yang dapat mengajak para peserta didik berfikir kritis, serta dapat menyelesaikan problem kehidupannya secara mandiri.
Guru Kreatif yang Merdeka
Dalam perspektif pendidikan, merdeka belajar dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu pertama, bagi peserta didik merdeka belajar berarti dapat proses memperoleh kompetensi yang diperlukan melalui berbagai pembelajaran guna menyongsong masa depan yang lebih baik. Kedua, bagi guru merdeka belajar berarti upaya melakukan rancangan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran melalui berbagai pendekatan, sehingga tercapai pembelajaran yang optimal dan bermakna bagi peserta didik.
Ketika proses pendidikan diidentikkan dengan interaksi edukasi antara guru murid, keberadaan keduanya menjadi komponen signifikan yang saling melengkapi. Dalam menghadapi era abad 21 guru peserta didik yang handal perlu dibekali dengan ragam keterampilan (Fauzan: 2020; 164), yaitu: pertama, life and career skill, bentuk keterampilan yang mengarah pada fleksibilitas belajar dan inisiatif mengatur kehidupannya.
Kedua, learning and innovation skills, bentuk kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan berkomunikasi, serta kemampuan berfikir, bekerja kreatif dan ketiga, information media and technology skills, bentuk keterampilan dalam mengolah informasi, media teknologi yang berkembang.
Untuk menjaga eksistensi dan stabilitas kehidupannya, di era ini guru peserta didik membutuhkan keterampilan tersebut tanpa boleh ditawar lagi. Saking penting posisi keduanya, bentuk kebijakan kurikulum yang diterapkan pemerintahpun, semua sangat bergantung pada kesiapan dan kematangan gurunya dalam menjalani kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru hebat adalah guru yang mampu menerapkan kegiatan pembelajaran kreatif dalam situasi dan kondisi apapun. Keberadaan guru dirasakan begitu sentral dan dominan, tidak ada titah guru yang dibantah muridnya. Melihat begitu penting posisi guru dalam pendidikan, maka pengangkatannnya pun tidak boleh sembarang.
Ada berbagai persyaratan minimal yang mesti dipenuhi, antara lain harus memiliki empat kompetensi minimal, meliputi kemampuan penguasaan materi ajar (profesional), teaching skill, kepribadian baik, dan kemampuan berkomunikasi yang handal. Selanjutnya guru harus berkualifilasi sarjana, dan memiliki lisensi guru profesional yang diperolehnya melalui program Pendidikan Profesi Guru.
Ketika persyaratan minimal tersebut sudah terpenuhi sejatinya proses pendidikan juga akan menghasilkan targetan minimal yang ditentukan. Nyatanya, hingga saat ini sebarek persoalan pendidikan dan pebelajaran juga masih juga terus bermunculan, mulai dari persoalan underkualifikasi, guru mengajar bukan pada bidangnya (missmatch), dan masih ada guru yang belum tersertifikasi karena berbagai alasan.
Jika masih ada guru mengajar bukan pada bidangnya dapat dipastikan minimnya penguasaan keilmuan guru tersebut pada bidang yang dia ampu; dan sangat dimungkinkan penerapan teaching skill pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung pun kurang maksimal.
Implikasinya tidak mungkin ada interaksi edukasi yang memberikan perubahan apa pun pada diri seorang siswa. Pembelajaran seperti itu tidak lebih sekedar pengguguran kewajiban seorang guru demi pemenuhan kewajiban mengajar, dan sudah barang tentu aktifitas yang dilakukan juga tidak berdampak sama sekali terhadap perubahan pengetahuan, skill, dan sikap para peserta didik.
Seorang guru lulusan sarjana dan linear bidang bidang keilmuannya diharapkan menunjukkan adanya kematangan berfikir untuk merancang pembelajaran, kreatif, dan inovatif dalam pemilihan metodologi pembelajaran.
Guru kreatif terus berusaha beradaptasi menemukenali semua kebutuhan peserta didik, metode pembelajaran merupakan ragam pilihan yang dijadikan opsi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Berfikir bebas dalam memilih metode juga menjadi pilihan guru kreatif dalam mengakomodasi tuntutan pembelajaran. Bagi guru kreatif, berfikir inovatif selalu menjadi kebutuhan, tidak ada aktifitas pembelajaran yang dilakukannya tanpa hal baru yang menyenangkan.
Pembelajaran kreatif hanya dapat diimplementasikan oleh seorang guru yang memiliki kemerdekaan berfikir, berkreasi, dan berinovasi dalam pada saat pembelajaran tatap muka atau pembelajaran dalam jaringan dilakukan. Semua bentuk dan model pembelajaran sangat bergantung pada kesiapan dan kemerdekaan guru dalam memilih metode pembelajaran.
Guru kreatif adalah guru yang memiliki kemerdekaan berfikir dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran, guru yang selalu berfikir untuk keberlangsungan pembelajaran yang bermakna bagi para peserta didik.
Dengan kata lain, seorang guru kreatif di zaman merdeka tentu harus menjukan hal-hal baru berikut: pertama, guru yang tidak pernah berhenti melakukan pengembangan diri melalui ragam pembelajaran. Membaca, melakukan penelitian (classroom action research), serta mengikuti even akademik ilmiah lainnya secara terencana dan berkesinambungan.
Kedua, mulailah melakukan perubahan baru yang dapat memunculkan paradigma baru dalam kegiatan pembelajaran. Ketiga, renungkan bahwa peserta didik merupakan "anakâ yang membutuhkan bimbingan, arahan sama layaknya anak kandung biologis sendiri. Dengan cara berfikir seperti itu diharapkan akan muncul perlakuan yang lebih exellent untuk para peserta didik.
Keempat, teruslah berinovasi melakukan perbaikan, temukenali berbagai persoalan yang muncul sembari mencari ragam metode yang tepat dalam melakukan aktifitas pembelajaran.
Kelima, jadilah guru independen, guru yang merdeka dari segala bentuk ketergantungan administratif yang orang lain buat. Teruslah menjadi diri yang memiliki kemandirian dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Yakinkan bahwa diri kita mampu melakukan hal terbaik dalam melahirkan generasi emas di masa mendatang. [red]
Dr. Fauzan MADosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kabid Pendidikan dan Penguatan Nilai Karakter IKALUIN.
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3fJL8nb
via gqrds
0 Response to "Merdeka Belajar Di Era Kemerdekaan"
Posting Komentar