Indef: Survei Politik Butuh Ribuan Sampel, Masak Pindah Ibukota Cuma 9 Orang

RMOLBanten. Pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) hanya meminta pendapat sembilan orang saja untuk memindahkan pusat pemerintahan dari DKI Jakarta ke Kalimantan.

Langkah terebut sangat prematur dan gegabah.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira lantas membandingkan serapan pendapat itu dengan survei politik yang butuh puluhan ribu sampel.

"Survei politik saja bisa membutuhkan ribuan bahkan puluhan ribu orang untuk dimintai pendapatnya, apalagi berkaitan dengan pindah Ibukota," ucapnya, Minggu (25/8).

Rencana pemerintah memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Kalimantan dinilai belum siap.

Hal itu dilihat dari kajian dari Bappenas yang belum tuntas.

Bahkan beberapa kajian baru mau ditenderkan, artinya baru mulai tahap lelang, nah ini kan menunjukkan bahwa wacana pindah ibukota itu sangat-sangat prematur," jelasnya.

Pemerintah seharusnya melakukan kajian lebih dalam.

Mulai dari kajian secara ekonomi, ekologis, lingkungan, kemudian faktor sosial lainnya, faktor antropologi dan budaya. Kajian tersebut juga harus bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.

\Bhima ingin mengatakan bahwa pendapat sembilan orang saja tidak bisa untuk mewakili seluruh rakyat Indonesia.

Jadi kajian itu memerlukan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Nah artinya harus punya perhitungan populasi, perhitungan sampel yang lebih luas gitu ya," tegasnya.

Diketahui, sembilan orang yang dimintai opini oleh pemerintah yakni, Marco Kusumawijaya (TGUPP DKI Jakarta), Haryo Winarso (Pengamat Pemukiman ITB), Darodjatun Kuntjorojakti (Eks Menko Perekonomian), Yayat Supriyatna (Pengamat Perkotaan Trisakti), Andrinof Chaniago (Eks Kepala Bappenas), M. Jehansyah Siregar (Pakar Arsitektur ITB), Sonny Harry B. Harmadi (Deputi Kemenko PMK), Siti Zuhro (Peneliti LIPI), Riant Nugroho (Pengamat Kebijakan Publik).

Dari data, dua orang menolak ibu kota pindah, mereka adalah Marco Kusumawijaya dan Haryo Winarso. Marco menolak ibu kota pindah karena masalah di Jakarta dapat diperbaiki dengan biaya lebih kecil ketimbang ongkos memindahkan ibu kota jika tujuannya adalah untuk membikin pemerintah nasional berfungi baik.

Sedangkan Haryo menolak karena menurut dia, jika transportasi massal telah baik dan adanya pembatasan kendaraan pribadi maka kemacetan dapat berkurang, hal ini seperti yang terjadi di negara-negara maju.

Satu orang cenderung menolak, dia adalah Darodjatun, menurut mantan Menko perekonomian ini, terlalu sederhanya jika alasan pemindaha ibu kota karena macet belaka. Pemindahan itu, lanjutnya adalah permasalahan konstitusional yang tidak mudah, termasuk detail perencanaannya perlu melibatkan MPR/DPR hingga pelaksanaannya, problem strategic error, termasuk kemungkinan salah pilih lokasi.

Yang agak lain adalah Eks Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago, dalam data itu ia dinilai termasuk dalam kategori kombinasi soal pemindahan ibu kota. Menurut Andrinof, pemerintah dipidahkan namun bukan dengan membangun kota baru. Jakarta tetap ibu kota namun pemerintahan diredistribusikan ke daerah.

Lima orang lainnya setuju dengan alasan yang relatif senada, semisal daya dukung Jawa khususnya Jakarta tak memadai. Lalu Jabodetabek bahkan Jawa sudah penuh karena 55 persen penduduk berdomisili di Jawa.
[dzk]

from RMOLBanten.com https://ift.tt/2Zgf2JD
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Indef: Survei Politik Butuh Ribuan Sampel, Masak Pindah Ibukota Cuma 9 Orang"

Posting Komentar