Keliling Kampung, Uluran Tangan, dan Yuli Pergi Jelang Hari Kartini
Tahun 2007. Menjelang akhir masa jabatannya, Plt Walikota Serang Asmudji HW membuat program Jumat Bersepeda.
Yang menarik dari program ini, Plt Walikota tak hanya mengajak para pejabat Pemkot Serang untuk bersepeda ke kantor, tapi juga bersepeda keliling kampung. Setiap pejabat harus membawa paket sembako di sepedanya. Saat di tengah perjalanan ditemukan ada warga yang dinilai kurang mampu, rombongan pejabat akan berhenti lalu membagikan sebagian sembako. Rombongan baru akan kembali ke kantor bila paket sembako sudah habis.
Program itu hanya berjalan beberapa bulan. Karena Asmudji memang diberi tugas sebagai Plt Walikota cuma setahun. Tugasnya pun hanya 4, membuat struktur pemerintahan karena Kota Serang baru dibentuk, membentuk DPRD, membuat peraturan daerah mendasar seperti lambang daerah dan lainnya, serta melaksanakan pilkada untuk memilih kepala daerah definitif. Empat tugas itu dapat dilaksanakan sebelum ia menjabat setahun.
Program ‘Jumat Bersepeda’ itu hanya program ‘sunah’ karena saat itu urusan dasar publik masih ditangani kabupaten induk. Anggarannya pun tak ada. Namun saat itu Asmudji menjalankan program tak wajibnya itu agar ia sebagai pemimpin dirasakan masyarakat, walau jabatannya hanya sesaat.
Asmudji kerap meminta wartawan agar memberitakan ‘kekurangan’ yang ada di Kota Serang. Ia tak marah ketika wartawan membeberkan ruang kelas rusak, gizi buruk, pelayanan kesehatan yang kurang baik. Bahkan ia menginstruksikan kepada para kepala dinas untuk membuka semua kekurangan di daerah otonom baru tersebut. “Buka saja semua kekurangan agar saya dan pemimpin yang akan datang mengetahuinya dan mencari solusi untuk memperbaikinya,” kata Asmudji waktu itu.
Sayang sekali, program untuk ‘menyapa warga’ yang sangat sederhana itu tak dilanjutkan oleh kepala daerah selanjutnya. Padahal menurut hemat saya, menyapa dan mengetahui realitas masyarakat sangat penting agar pemimpin bisa mengambil kebijakan yang tepat bagi warganya.
Bagi masyarakat Serang, silaturahmi tak sekadar bertemu muka tapi juga menanya kabar dan berbagi. Orang Serang kalau bertemu, yang pertama ditanyakan adalah kabarnya lalu apakah sudah makan. ‘Pripun kabare? Sampun dahar dereng?’.
Percakapan itu sekilas klise dan terkesan basa-basi. Namun jika tetinggal leluhur itu diartikan secara luas, wong Serang itu punya kepedulian terhadap orang di sekitarnya, terutama pada masalah kesehatan dan logistik.
Kabar meninggalnya Yuli, warga Kota Serang yang sempat diberitakan tak makan selama 2 hari di tengah pagebluk korona tentu saja cukup menghentak. Ibu empat anak ini meninggal dunua jelang bangsa ini memperingati Hari Kartini. kepergian Yuli membuat kita berkaca, jangan-jangan kepedulian kita terhadap warga sekitar telah terkikis sehingga abai pada orang di sekiling atau mungkin pemimpin kita tak hadir di tengah masyarakat saat masa kritis seperti ini.
Walau tak harus bergandengan tangan secara fisik, mungkin inilah saat kita kembali meneguhkan semangat turun tangan dan mengulurkan tangan, memerhatikan kondisi dapur sebatur dan sedulur. Kita bercantelan untuk deduluran. Jangan sampai ada lagi Yuli pergi, saat seharusnya ia bahagia memperingati Hari Kartini. (*)
Qizink La Aziva, wartawan
0 Response to "Keliling Kampung, Uluran Tangan, dan Yuli Pergi Jelang Hari Kartini"
Posting Komentar