Peringatan Nuzulul Qur’an Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Literasi
Oleh : Deni Darmawan, Dosen Agama Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang
Di bulan Ramadhan kali ini kita diingatkan kembali pada sebuah peringatan yang sangat mulia yaitu turunnya Al-Quran secara sekaligus, dari Lauhul Mahfudz di langit ke tujuh turun ke Baitul Izzah di langit dunia yang bertepatan pada malam Lailatul Qodar. Kemudian dari langit dunia, Al-Quran diturunkan berangsur-angsur (Munajjaman) ke bumi melalui malaikat Jibril kepada Rosulullah Muhammad Saw selama 23 tahun. Dimulai sejak Nabi Muhammad Saw menerima wahyu pertama pada 17 Ramadan di gua hira hingga ayat terakhir yang turun kepada beliau menjelang hari wafatnya.
Saat usia nabi Saw 40 tahun, nabi sering merenung, berfikir dan kontemplasi di gua hira karena prihatin akan rusaknya akhlak masyarakat jahiliyah pada waktu itu. Malaikat Jibril turun mewahyukan surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5. Wahyu pertama adalah ‘Iqro bismirobbikl ladzii kholaq” sebuah kalimat perintah yaitu bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Walaupun terjadi perbedaan, namun para ulama sepakat turunnya Al-Quran (nuzulul Qur’an) pada hari ke-17 Ramadhan. Surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5 kemudian dikupas oleh banyak ulama tafsir. Ayat ini menjadi pendorong, penggerak, dan memotivasi kaum muslimin untuk memperoleh pengetahuan dan membangun peradaban dengan cara membaca. Ayat ini masuk ke relung hati para sahabat, tabi’in dan seterusnya ke para ulama untuk senantiasa membaca firman Allah dengan cara tekstual maupun kontekstual.
Tradisi membaca dan menterjemah para ulama terdahulu pu sangat tinggi hingga Islam mempunyai peradaban ilmu pengetahuan yang tinggi yang pada akhirnya akan memberikan sumbangsih dan jembatan peradaban ke Eropa dengan semua pemikiran dan karya tulisnya yang saat ini masih dipergunakan di universitas-universitas Eropa.
Kemampuan literasi para ulama terdahulu sangat tinggi, mulai membaca Al-Quran, hadits hingga kegiatan menerjemah transkrip-transkrip maupun buku-buku dari negeri Yunani dan berbagai negeri lainnya. semua dibaca dan dipelajari hingga menghasilkan berbagai macam karya dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal itu mereka lakukan karena dorongan wahyu pertama yang mendorong untuk menguasai ilmu pengetahuan dan membangun peradaban Islam.
Jadi, semangat nuzulul Qur’an tidak hanya dimaknai proses turunnya Al-Quran dari lauhul mahfudz ke langit dunia dan diturunkan ke bumi melalui malaikat Jibril ke Nabi Muhammad Saw. Tapi Nuzulul Qur’an juga harus dimaknai untuk meningkatkan kemampuan literasi. Literasi yang baik akan menghasilkan budaya membaca dan menulis yang sangat tinggi, meningkatkan pengetahuan berbagai macam informasi, mampu menangkal hoax, membuat seseorang berfikir kritis, dan meningkatkan kepahaman terhadap suatu bacaaan.
Iqro dalam pemahaman yang lebih luas lagi tidak hanya sekedar membaca secara tekstual dan kontekstual, tapi dorongan untuk memahami, mengkaji, dan meneliti. Banyak para ulama yang tidak hanya menguasai agama tetapi juga menjadi ilmuwan. Sebut saja Ibnu Sina, yang mendapat julukan ‘Father of Doctor. Beliau dikenal sebagai ‘Bapak Kedokteran’ karena menguasai berbagai macam cabang ilmu pengetahuan serta banyak memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bidang kedokteran. Hingga kini, buku-bukunya masih dikaji di Universitas-universitas Eropa.
Konon, kemampuan literasi Ibnu Sina sangat baik sebab semua buku yang ada di perpustakaan ludes dibacanya.
Ironi, Indonesia yang mayoritas muslim terbesar di dunia tetapi mempunyai minat baca yang sangat rendah. Merujuk pada Studi Most Literate Nation in The World 2016 oleh Central Connecticut State University di Amerika bahwa Indonesia mempunyai minat baca yang sangat rendah yaitu peringat 60 dari 61 negara.
Bahkan menurut data UNESCO pada 2016, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah sebesar 0.0001 persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu saja yang mempunyai minat baca yang tinggi. Hal ini membuat para penggiat literasi dari kalangan pejabat, aktivitis, hingga selebritis gencar membuat gerakan literasi. Mulai dari festival, pameran, dan kegiatan lainnya diselenggarakan demi mendobrak minat baca masyarakat Indonesia.
Dengan memaknai peringatan nuzulul Qur’an kita berharap bukan sekedar ritual yang kita peringati dalam setiap Ramadhan. Lebih jauh, Al-Quran dalam wahyu pertamanya mendorong untuk meningkatkan kemampuan literasi hingga terbentuk minat baca yang sangat tinggi. Semangat mencari ilmu pengetahuan dan membangun peradaban. Semoga
(**)
0 Response to "Peringatan Nuzulul Qur’an Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Literasi"
Posting Komentar