Distrupsi Digital untuk Pelayanan Publik di Tengah Pandemi

Oleh : Eksa Tamara Laras Izzati, Mahasiswa Administrasi Publik, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Perubahan yang terjadi pada masa pandemi Virus Corona saat ini membuat layanan publik mempunyai banyak tantangan untuk tetap memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat. Era disrupsi saat ini sangat memberikan banyak dampak bagi seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam pelayanan publik. Era disrupsi menjadikan pelayanan publik semakin tertinggal apabila tidak bisa beradaptasi dengan baik pada kemajuan teknologi. Untuk itu, melakukan disrupsi sesuai tuntutan menjadi pilihan untuk tetap bertahan dan memenangkan hati publik dalam penyelenggaraan pelayanan prima.

Tantangan pelayanan publik yang dihadapi di tengah pandemi saat ini semakin berat dan kompleks. Digitalisasi pelayanan publik semakin berperan penting dan dapat memberikan penguatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di masa pandemi Virus Corona ini. Disrupsi digital secara drastis akibat dari pandemi ini telah memaksa pemerintah untuk melakukan berbagai terobosan dan inovasi pelayanan publik di segala bidang ataupun sektor terbaiknya untuk merespons tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Terobosan dan inovasi yang diambil terkait digitalisasi harus secara jelas, tegas dan clear memberikan dampak dalam rangka mendorong terciptanya kesejahteraan rakyat. Pemerintah pada prinsipnya harus mampu memanfaatkan era serba digital tersebut dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan efisien.

Banyak terobosan dan inovasi pelayanan publik diselenggarakan berbasis teknologi informasi, seperti: sistem pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) untuk sektor pendidikan, pelayanan perizinan dan non-perizinan secara online, pengembangan survei online seperti yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pengembangan telemedicine untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak-jauh, pengembangan telehealth yang menjadi pilihan ketika pasien dapat berkonsultasi ke dokter tanpa harus datang langsung, implementasi chatbot untuk pelayanan publik diberbagai pemerintahan, persidangan secara online dan pelayanan publik secara online diberbagai pemerintahan lainnya.

Selain itu, Kementerian Kominfo juga telah membuat program untuk menyusun strategi pendorong digitalisasi pada tujuh sektor strategis, yakni pertanian, ekonomi kreatif, pendidikan, inklusi keuangan, kesehatan, transportasi/logistik, dan pariwisata. Keluaran dari program ini adalah rekomendasi berupa inisiatif-inisiatif dalam bentuk roadmap yang dapat menjadi acuan dan referensi kementerian/lembaga terkait untuk melaksanakan program-program kerja digitalisasi. Digitalisasi atau proses transformasi bidang komunikasi dan informatika merupakan elemen kunci akselerasi ekonomi.

Percepatan transformasi digital pada pemerintahan dan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sangat diperlukan untuk dapat mengadopsi kebutuhan masyarakat dan tetap dapat memberikan pelayanan publik yang terpadu, mudah, murah, transparan, berkualitas, terpercaya, cepat dan akuntabel. Implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) telah menjadi perhatian seluruh negara di dunia. Indonesia juga dikatakan masih tertinggal apabila dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Indeks SPBE ini diukur dengan memperhatikan beberapa komponen yaitu cakupan dan kualitas layanan pemerintahan digital, status perkembangan infrastruktur digital dan kecakapan sumber daya manusia dalam mengoperasikan layanan e-goverment.

Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan dalam memberikan pelayanan publik dengan sistem digital yaitu pertama melakukan analisis dan identifikasi kembali proses bisnis yang sesuai dengan tujuan utama pemerintah sehingga sistem digital yang diterapkan akan sejalan dengan perubahan proses bisnisnya. Kedua, layanan yang diberikan kepada masyarakat diupayakan real time atas perkembangan penanganannya dan diinformasikan kepada masyarakat dengan jelas dan pasti. Ketiga, Pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan eksplorasi cara-cara baru dalam memberikan informasi terkini dan layanan kepada publik sebagai upaya untuk mengelola efek pandemi yang terjadi.

Keempat, mengembangkan perangkat digital yang mendukung mobilitas pegawai sehingga mempermudah semua aktivitas dan kolaborasi antar pegawai dalam melakukan pekerjaan operasional serta pemberian layanan terbaik kepada masyarakat selain itu pekerjaan dan pelayanan yang dilakukan dapat lebih fleksibel dan diberikan dari manapun. Kelima, melakukan modifikasi pada proses bisnis sebagai respon atas perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat di era digital yang dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin cepat, mudah, murah, dan transparan.
Pandemi telah berhasil merubah pola birokrasi yang biasanya berjalan secara manual dan tatap muka kini bertransformasi menjadi digital dan virtual.

Online system menjadi pilihan utama saat ini untuk berbagai kegiatan pemerintahan dan sepertinya masyarakat sudah mulai terbiasa untuk melakukan semua aktivitas layanan secara online. Ke depan flexi time (berkerja dari manapun), online learning, virtual reality, augmented reality, deep learning, machine learning, termasuk artificial intelligence (AI) akan menjadi pilihan yang harus dapat diadopsi sebagai layanan contact less di masyarakat. Pengembangan sistem virtualisasi dimana aplikasi dan desktop dipusatkan di data center akan memudahkan pegawai untuk dapat mengakses dokumen maupun data dan bekerja di mana pun dan kapan pun sehingga dapat lebih produktif dan efisien.

Dampak positif dari kejadian ini akan mempercepat implementasi smart government dan smart people. Kondisi new normal diharapkan tidak membawa birokrasi kembali pada jalur tradisional sebelumnya. Karena dengan adanya pandemi ini, membawa Indonesia pada tatanan baru yang akan menjadi budaya baru. Untuk itu, digitalisasi yang didorong oleh pandemi diharapkan akan menjadi static culture yang menghasilkan pelayanan prima. Selain itu, hal penting yang harus menjadi perhatian bagi penyelenggara pelayanan adalah partisipasi masyarakat.

Manurut penulis, pemerintah harus menempatkan publik sebagai input kebijakan. Pemerintah harus membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk memberikan koreksi, usulan, dan pandangan terkait standar dan pelayanan digital yang telah diberikan. Jadi pemerintah dapat masuk lebih dalam lagi untuk melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya.

(***)



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Distrupsi Digital untuk Pelayanan Publik di Tengah Pandemi"

Posting Komentar