LSM Banten Sepakati Tolak Perda Zonasi Pesisir Pantai

RMOLBANTEN. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat sekitar 28 Provinsi di Indonesia termasuk Banten telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pukau Kecil (RZWP3K).

"Nah, 28 Perda Zonasi Pesisir Pantai ini yang sudah disahkan semuanya memberikan alokasi sangat besar untuk kepentingan reklamasi, baik reklamasi pelabuhan, wisata, bisnis properti bahkan reklamasi zeti-zeti industri pertambangan," kata pegiatan Jatam, Ki Bagus kepada awak media di Kota Serang, Minggu, (17/1).

Bagas menyebut, dari seluruh Perda Zonasi Pesisir Pantai sekitar 22 Perda diantaranya mengalokasikan kawasan sangat luas untuk industri pertambangan. Hanya tercatat 8 Provinsi yang tidak mengalokasikan perda zonasi untuk kepentingan wilayah pertambangan.

"Kami mencatat ada 156 konsesi tambang di kawasan pulau-pulau kecil dan 100 tambang di kawasan pesisir. Artinya Penyusunan Perda Zonasi ini selain tidak transparan, akuntable, tapi juga sangat kuat kepentingan untuk melindungi industri ekstraktif pertambangan di daerah," ungkap Bagus.

Padahal, kata Bagas, jika merujuk sesuai amanat UU nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, sudah jelas bahwa kawasan pesisir dan pulau kecil dilarang untuk aktivitas pertambangan.

"Tapi, faktanya hari ini hampir seluruh Perda Zonasi Pesisir Pantai yang disahkan seperti melegalisasi pelanggaran-pelanggaran tata ruang yang sudah dilakukan oleh Industri pertambangan melalui izin-izin yang diterbitkan pemerintah pusat," terangnya.

Untuk itu Bagas mendesak, pemerintah diseluruh provinsi yang sudah menerbitkan Perda Zonasi Pesisir Pantai untuk mencabut serta mengevaluasi ulang substansi Perda tersebut.

"Kami meminta pemerintah untuk merombak ulang Perda Zonasi Pantai karena ada bias dalam penentuan kawasan pesisir," tegasnya.

Hal serupa dikatakan Pegiat Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Fikerman Saragih. Menurutnya, penyusunan perda tersebut telah diintervensi pemerintah pusat melalui UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

"Dalam UU Cipta Kerja ini pemerintah pusat bisa mengambil alih jika pemerintah daerah tidak siap untuk mengesahkan Perda Zonasi Pesisir di Provinsi yang belum mengesahkan Perda tersebut," ujarnya.

Selain itu dikatakan Fikerman, Perda Zonasi Pesisir Pantai yang sudah disahkan di berbagai provinsi lain dapat direvisi jika terdapat kendala-kendala yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang kelautan.

"Fatalnya, Pengesahan Perda ini terkesan cacat Prosedur, karena tidak ada transparansi, serta Partisipasi masyarakat nelayan terdampak dari Perda Zonasi," jelas Fikerman.

Sementara itu, Perwakilan Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (Amuk) Bahari Banten, Mad Haer Efendi, mengatakan berdasarkan advokasi dilapangan sepanjang 2017 hingga 2020 terdapat 24 Kasus perampasan ruang hidup nelayan dan kerusakan lingkungan pesisir di Wilayah Banten.

"Perda zonasi pesisir ini akan memperparah pencemaran limbah industri, penggusuran, kecelakaan laut hingga kriminalisasi nelayan," ujarnya.

Oleh sebab itu, aktivis pena masyarakat Banten itu menolak Perda RZWP3K Banten karena tidak mengedepankan semangat perlindungan berkelanjutan terhadap masyarakat yang menempati wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

"Perda ini disusun hanya untuk melindungi kepentingan investasi, reklamasi tambang, parawisata dan industri ekstraktif, yang semakin menggerus kawasan pesisir Banten," tutupnya. [ars]



from RMOLBanten.com https://ift.tt/39HSbbZ
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "LSM Banten Sepakati Tolak Perda Zonasi Pesisir Pantai"

Posting Komentar