Undang Audiensi Korban Mafia Tanah, Kakanwil BPN Bengkulu: Orangtuanya Terzolimi
RMOLBANTEN Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Bengkulu, mengundang audiensi Switta, warga Curup, Rejang Lebong terkait kronologis kepemilikan tanah ayahnya, Mahmud Damdjaty, Selasa (16/3) sore.
Selain kronologis kepemilikan tanah, Swita juga menceritakan perjuangannya mencari keadilan melawan dugaan sindikat mafia tanah di daerah Lebong.
"Orang tua saya sudah sepuh. Ayah saya sampai sakit-sakitan. Saya sampai harus mengawal prosesnya sejak tiga bulan terakhir. Antar jemput orang tua dari Curup ke area tanah di Lebong," ungkap Switta yang berdomisili di Tambun, Bekasi, Jawa Barat tersebut.
Switta menjelaskan, tanah tersebut dibeli ayahnya dari warga Rimbo Pengadang, M. Rais, tahun 2002. Bahkan anak Rais, Samiun juga mengakui tanah tersebut sah milik Mahmud. Namun, Januari 2021, Samiun datang sebagai pemilik tanah atas hibah ayahnya.
Menurut Switta, kemunculan Samiun, tidak lepas dari keterlibatan PT. Ketaun Hidro Energi (KHE). Bahkan, tanah Mahmud yang diklaim Samiun, telah dibayarkan PT. KHE berdasarkan hasil mediasi dari Kecamatan Rimbo Pengadang.
"Semua bukti-bukti dan data asli, lengkap, Pak. Termasuk bukti foto kedatangan pihak PT. KHE datang ke rumah ayah saya di Curup. Harapan kami cuma satu, BPN menerbitkan sertifikat," tegas Switta.
Mendengar kronologis tersebut, Kepala Kanwil (Kakanwil) BPN Bengkulu, Mazwar, prihatin. Mazwar meminta Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Lebong untuk mendaklanjuti segera permohonan penerbitan sertifikat atas nama Mahmud Damdjaty.
"Ngga (dengar kronologis) sampai tuntas pun saya sudah memahami. Memang orangtuanya ini terzolimi. Apa yang disampaikan itu sangat menarik. Supaya bisa jadi perhatian," timpal Kakanwil.
Mazwar juga berpesan agar data-data tersebut disimpan sebaik-baiknya. Karena diperlukan saat mediasi maupun keperluan lainnya. "BPN itu pada prinsipnya, tidak boleh mengeluarkan sertifikat kepada pihak yang tidak berhak. Jadi, kalau ada masalah, selesaikan dulu," tuturnya.
Sementara itu, Kakantah Lebong, Kristyan Edi Walujo, menjamin akan segera menyurati Mahmud terkait proses selanjutnya. Upaya persuasif tersebut, menurut Kris, diperlukan sebelum menggelar mediasi antara dua pihak yang bersengketa.
"Kita akan menyurati Pak Mahmud untuk melakukan upaya persuasif. Kita akan melakukan mediasi, mencari solusi terbaik. Nanti diambil keputusan. Jika deadlock, silakan menempuh jalur hukum," demikian Kris.
Selain Switta, Kakanwil BPN Bengkulu, dan Kakantah Lebong, hadir juga empat oraang Kasi dan Kabid anak buah Kristyan. Serta disaksikan juga oleh perwakilan media.
Sebelumnya, kasus tanah Mahmud, sempat menjadi atensi Menteri Desa (Mendes) PDTT Abdul Halim Iskandar. Mendes yang akrab disapa Gus Halim itu menyurati Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, 9 Maret 2021 lalu.
Dalam surat bernomor 400/HM.01.04/III/2021 itu, GusHalim meminta Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil menindaklanjuti dugaan sindikat mafia tanah di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
"Kami sampaikan, aduan warga yang dilaporkan melalui Tim Sapa Desa, Kemendes PDTT, tanggal 9 Maret 2021. Mohon perkenan Bapak Menteri ATR/BPN (Sofyan Djalil) untuk memaklumi laporan tersebut," imbuh Gus Halim dalam suratnya.
Untuk diketahui, tanah Mahmud telah dibeli paksa oleh PT. KHE dari warga Rimbo Pengadang, Samiun, November 2020. Jual beli hanya beracuan pada hasil dua kali mediasi, antara pihak Samiun dengan keluarga Mahmud. Namun, keluarga Mahmud tidak pernah menerima salinan hasil audiensi. Meskipun sudah dua kali menyurati pihak Kecamatan.
"Selama dasar alasannya bisa terverifikasi, terklarifikasi, validasi (dari Kecamatan), kenapa tidak (dibayarkan)? Kami berdasarkan alat sah yang sudah disepakati bersama," ungkap Legal Permit PT. KHE, Afanthio Wira Bachtiar, saat hendak mengukur paksa tanah Mahmud, 28 Januari 2021 lalu.
Saat itu, Thio yang hadir atas perintah Direktur PT. KHE, Zulfan Zahar, terpaksa balik kanan. Karena pihakl BPN menolak untuk mengukur tanah Mahmud. Karena tanah tersebut sedang dalam proses penerbitan sertifikat di Kantah BPN Lebong. [tsr]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3rZEJs5
via gqrds
Sebelumnya, kasus tanah Mahmud, sempat menjadi atensi Menteri Desa (Mendes) PDTT Abdul Halim Iskandar. Mendes yang akrab disapa Gus Halim itu menyurati Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, 9 Maret 2021 lalu.
Dalam surat bernomor 400/HM.01.04/III/2021 itu, GusHalim meminta Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil menindaklanjuti dugaan sindikat mafia tanah di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
"Kami sampaikan, aduan warga yang dilaporkan melalui Tim Sapa Desa, Kemendes PDTT, tanggal 9 Maret 2021. Mohon perkenan Bapak Menteri ATR/BPN (Sofyan Djalil) untuk memaklumi laporan tersebut," imbuh Gus Halim dalam suratnya.
Untuk diketahui, tanah Mahmud telah dibeli paksa oleh PT. KHE dari warga Rimbo Pengadang, Samiun, November 2020. Jual beli hanya beracuan pada hasil dua kali mediasi, antara pihak Samiun dengan keluarga Mahmud. Namun, keluarga Mahmud tidak pernah menerima salinan hasil audiensi. Meskipun sudah dua kali menyurati pihak Kecamatan.
"Selama dasar alasannya bisa terverifikasi, terklarifikasi, validasi (dari Kecamatan), kenapa tidak (dibayarkan)? Kami berdasarkan alat sah yang sudah disepakati bersama," ungkap Legal Permit PT. KHE, Afanthio Wira Bachtiar, saat hendak mengukur paksa tanah Mahmud, 28 Januari 2021 lalu.
Saat itu, Thio yang hadir atas perintah Direktur PT. KHE, Zulfan Zahar, terpaksa balik kanan. Karena pihakl BPN menolak untuk mengukur tanah Mahmud. Karena tanah tersebut sedang dalam proses penerbitan sertifikat di Kantah BPN Lebong. [tsr]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3rZEJs5
via gqrds
0 Response to "Undang Audiensi Korban Mafia Tanah, Kakanwil BPN Bengkulu: Orangtuanya Terzolimi"
Posting Komentar