Jaksa Kasus Investasi Bodong Minta Hakim Tolak Nota Keberatan Kuasa Hukum Terdakwa
RMOLBANTEN. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tangsel, Desti Novita menanggapi pembelaan kuasa hukum terdakwa kasus penipuan senilai Rp 20 miliar, dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan.
Dalam sidang tersebut, JPU memberikan tanggapan pertama yakni menyoroti apa yang telah disampaikan Kuasa Hukum terdakwa Timothy Tandiokusuma, Sumarso.
Karena pada saat agenda pembacaan pledoi atau pembelaan, kuasa hukum menyebutkan adanya kekeliruan pengetikan dalam pemisahan unsur Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Padahal menurut jaksa, hal itu telah dijelaskan secara cermat dan jelas dalam surat tuntutan JPU.
Yang kedua, Jaksa juga menanggapi niat terdakwa untuk menyelesaikan kewajibannya kepada saksi korban SF yang sampai saat ini tidak menemui titik temu karena tidak sesuai dengan kerugian yang diderita SF.
"Niat baik tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan menghapuskan pidana, karena yang dilihat bukan pengembalian kerugian dengan bentuk asset yang ditawarkan terdakwa tapi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan terdakwa," ujar Desti, Jumat (19/6).
Desti juga menanggapi pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyebut, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana melainkan perbuatan perdata.
Hal itu, seolah-olah ada penggiringan opini oleh penasihat hukum terdakwa berupaya untuk mencampuradukkan permasalahan perkara pidana dengan perkara perdata.
"Sehingga fakta-fakta persidangan yang membuktikan adanya fakta-fakta hukum yang terjadi dalam perkara ini terlihat kabur dan tidak jelas. Menurut hukum pidana, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana," ungkapnya.
"Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Sehingga dengan demikian perbuatan terdakwa Timothy dapat dikatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang karena telah memenuhi semua unsur perbuatan sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat Tuntutan Penuntut Umum (PDM-24/M.6.16/Eoh.2/02/2021) tanggal 3 juni 2021," lanjut Desti.
Sehingga, berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, maka terdakwa harus dijatuhi pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan kesalahan terdakwa.
"Dengan mengingat ketentuan perundang-undangan, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan memohon kiranya Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut. Pertama, menolak Nota Keberatan (Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya. Kedua, mengabulkan Surat Tuntutan Penuntut Umum (PDM-24/M.6.16/Eoh.2/02/2021) tanggal 03 Juni 2021," tuturnya.
Sementara itu, Sumarso selaku kuasa hukum Timothy Tandiokusuma menyebutkan, jika apa yang disampaikan JPU, ada perbedaan pandangan dalam menilai perbuatan yang dituntut dipersidangan ini.
"Jaksa ini kan pendapatnya sama dengan yang dituntutan. Jadi, beliau kan berpendapat bahwa itukan bukan perbuatan perdata. Tentu kami juga tetap pada pembelaan kami bahwa ini tidak masuk ke ranah pidana, tapi masuk ke ranah perdata. Perjanjiannya jelas kok. Kalau memang tindak pidananya penggelapan, itu bukan uang dititipkan. Ini investasi. Makanya kita buktikanlah nanti," beber Sumarso menanggapi pandangan JPU.
Secara terpisah, korban SF justru menyebutkan, jika perjanjian yang dibuat oleh terdakwa Timoty merupakan perjanjian pengelolaan dana. Terdakwa Timothy yang berperan dalam menginvestasikan dana dari korban ke berbagai bidang usaha. SF menilai, risiko pemilihan investasi inilah yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan Timothy.
"Perjanjiannya pengelolaan dana. Saya menitipkan dana untuk dikelola Timothy, dengan cek senilai dana yang saya keluarkan sebagai penjaminnya. Kemudian Timothy yang memutuskan akan berinvestasi ke mana. Jadi jangan lempar tanggung jawab dengan memutarbalikkan fakta. Tanggung jawab soal cek penjaminnya saja sudah bermasalah. Dari sini saja (cek penjamin) sudah bisa terlihat (unsur penipuan). Cek yang seharusnya menjamin keamanan dana saya ternyata tidak menjamin apa-apa karena tidak bisa dicairkan ketika dia mulai berulah," tandas SF. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3zGUOay
via gqrds
Dalam sidang tersebut, JPU memberikan tanggapan pertama yakni menyoroti apa yang telah disampaikan Kuasa Hukum terdakwa Timothy Tandiokusuma, Sumarso.
Karena pada saat agenda pembacaan pledoi atau pembelaan, kuasa hukum menyebutkan adanya kekeliruan pengetikan dalam pemisahan unsur Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Padahal menurut jaksa, hal itu telah dijelaskan secara cermat dan jelas dalam surat tuntutan JPU.
Yang kedua, Jaksa juga menanggapi niat terdakwa untuk menyelesaikan kewajibannya kepada saksi korban SF yang sampai saat ini tidak menemui titik temu karena tidak sesuai dengan kerugian yang diderita SF.
"Niat baik tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan menghapuskan pidana, karena yang dilihat bukan pengembalian kerugian dengan bentuk asset yang ditawarkan terdakwa tapi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan terdakwa," ujar Desti, Jumat (19/6).
Desti juga menanggapi pembelaan kuasa hukum terdakwa yang menyebut, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana melainkan perbuatan perdata.
Hal itu, seolah-olah ada penggiringan opini oleh penasihat hukum terdakwa berupaya untuk mencampuradukkan permasalahan perkara pidana dengan perkara perdata.
"Sehingga fakta-fakta persidangan yang membuktikan adanya fakta-fakta hukum yang terjadi dalam perkara ini terlihat kabur dan tidak jelas. Menurut hukum pidana, tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana," ungkapnya.
"Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Sehingga dengan demikian perbuatan terdakwa Timothy dapat dikatakan bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang karena telah memenuhi semua unsur perbuatan sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat Tuntutan Penuntut Umum (PDM-24/M.6.16/Eoh.2/02/2021) tanggal 3 juni 2021," lanjut Desti.
Sehingga, berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, maka terdakwa harus dijatuhi pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatan dan kesalahan terdakwa.
"Dengan mengingat ketentuan perundang-undangan, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan memohon kiranya Majelis Hakim memutuskan sebagai berikut. Pertama, menolak Nota Keberatan (Pledoi) Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya. Kedua, mengabulkan Surat Tuntutan Penuntut Umum (PDM-24/M.6.16/Eoh.2/02/2021) tanggal 03 Juni 2021," tuturnya.
Sementara itu, Sumarso selaku kuasa hukum Timothy Tandiokusuma menyebutkan, jika apa yang disampaikan JPU, ada perbedaan pandangan dalam menilai perbuatan yang dituntut dipersidangan ini.
"Jaksa ini kan pendapatnya sama dengan yang dituntutan. Jadi, beliau kan berpendapat bahwa itukan bukan perbuatan perdata. Tentu kami juga tetap pada pembelaan kami bahwa ini tidak masuk ke ranah pidana, tapi masuk ke ranah perdata. Perjanjiannya jelas kok. Kalau memang tindak pidananya penggelapan, itu bukan uang dititipkan. Ini investasi. Makanya kita buktikanlah nanti," beber Sumarso menanggapi pandangan JPU.
Secara terpisah, korban SF justru menyebutkan, jika perjanjian yang dibuat oleh terdakwa Timoty merupakan perjanjian pengelolaan dana. Terdakwa Timothy yang berperan dalam menginvestasikan dana dari korban ke berbagai bidang usaha. SF menilai, risiko pemilihan investasi inilah yang seharusnya dapat dipertanggungjawabkan Timothy.
"Perjanjiannya pengelolaan dana. Saya menitipkan dana untuk dikelola Timothy, dengan cek senilai dana yang saya keluarkan sebagai penjaminnya. Kemudian Timothy yang memutuskan akan berinvestasi ke mana. Jadi jangan lempar tanggung jawab dengan memutarbalikkan fakta. Tanggung jawab soal cek penjaminnya saja sudah bermasalah. Dari sini saja (cek penjamin) sudah bisa terlihat (unsur penipuan). Cek yang seharusnya menjamin keamanan dana saya ternyata tidak menjamin apa-apa karena tidak bisa dicairkan ketika dia mulai berulah," tandas SF. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/3zGUOay
via gqrds
0 Response to "Jaksa Kasus Investasi Bodong Minta Hakim Tolak Nota Keberatan Kuasa Hukum Terdakwa"
Posting Komentar