Garbi: Ledakan Urbanisasi Di Tangsel Pertajam Kesenjangan Sosial
RMOLBanten. Tingginya tingkat urbanisasi di Kota Tangerang Selatan menjadi perhatian bagi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Tangsel.
Melesatnya urbanisasi ini berimplikasi terhadap ruang sosial dan ekonomi masyarakat Tangerang Selatan.
Sekjen Garbi Tangsel, Subkhan AS mengatakan pesatnya pembangunan di Kota Tangerang Selatan telah mengundang urbanisasi ke Kota Tangsel.
Hal tersebut, menandakan keberhasilan Pemerintah Kota Tangsel dalam menjalankan roda pemerintahan dibidang pembangunan ekonomi, sehingga kota termuda di propinsi Banten ini menjadi wilayah yang kerap diburu oleh para pengadu nasib.
Pemerintah Kota Tangsel mestinya berbangga hati, karena Tangsel telah menjadi kota tujuan para pengadu nasib. Artinya, Tangsel adalah salah satu kota harapan yang memiliki masa depan cerah bagi para pengadu nasib,â ucap Subkhan AS, dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi Kantor RMOLBanten, Sabtu (17/8).
Pemerintah Kota Tangsel kata Subkhan, perlu segera menata ruang sosial dan ekonomi di Tangsel. Pasalnya, melesatnya angka urbanisasi itu telah mengakibatkan ledakan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan.
Subkhan AS menilai, jika tidak ditangani dengan baik, lambat laun ledakan jumlah penduduk itu akan menciptakan kesenjangan sosial antar masyarakat asli Tangerang Selatan dengan masyarakat pendatang.
Perebutan ruang di perkotaan merupakan cerita utama dalam proses pembangunan kota. Meningkatnya intensitas penetrasi kapital demi memuluskan investasi yang diyakini mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, mengakibatkan tersingkirnya ruang-ruang publik,â ujarnya.
Terbatasnya ruang kota, kata Subhkan akan membawa konsekuensi bahwa penggunaan ruang yang berlangsung secara terus-menerus akan melibatkan ketegangan di antara sejumlah kelompok kepentingan.
Hal itu dikarenakan tingginya permintaan akan ruang, baik oleh perorangan maupun oleh kelompok tertentu. Karena itu konflik yang menyangkut penggunaan lahan di perkotaan dapat timbul dengan mudah.
Diketahui, Kota Tangsel masih menjadi salah satu kota yang memiliki Laju pertumbuhan penduduk (LPP) tertinggi di Propinsi Banten.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sepanjang 2010 hingga 2017 pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan hingga 346,395 jiwa, dari 1,298,504 jiwa di 2010 menjadi 1,644,899 jiwa di 2017.
Diperkirakan angka pertumbuhan jumlah penduduk tersebut terus bertambah di 2019.
Kebijakan seperti, pengendalian jumlah penduduk melalui program KB (Keluarga Berencana) misalnya, ini tidak akan mengentaskan persoalan soal kesenjangan sosial ditengah masyarakat Tangsel di masa mendatang.
Pengendalian penduduk dengan program KB hanya menekan jumlah angka kelahiran, namun tidak menyelesaikan persoalan sosial terkait ledakan urbanisasi di kota Tangsel. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/2Z0uuJO
via gqrds
Melesatnya urbanisasi ini berimplikasi terhadap ruang sosial dan ekonomi masyarakat Tangerang Selatan.
Sekjen Garbi Tangsel, Subkhan AS mengatakan pesatnya pembangunan di Kota Tangerang Selatan telah mengundang urbanisasi ke Kota Tangsel.
Hal tersebut, menandakan keberhasilan Pemerintah Kota Tangsel dalam menjalankan roda pemerintahan dibidang pembangunan ekonomi, sehingga kota termuda di propinsi Banten ini menjadi wilayah yang kerap diburu oleh para pengadu nasib.
Pemerintah Kota Tangsel mestinya berbangga hati, karena Tangsel telah menjadi kota tujuan para pengadu nasib. Artinya, Tangsel adalah salah satu kota harapan yang memiliki masa depan cerah bagi para pengadu nasib,â ucap Subkhan AS, dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi Kantor RMOLBanten, Sabtu (17/8).
Pemerintah Kota Tangsel kata Subkhan, perlu segera menata ruang sosial dan ekonomi di Tangsel. Pasalnya, melesatnya angka urbanisasi itu telah mengakibatkan ledakan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan.
Subkhan AS menilai, jika tidak ditangani dengan baik, lambat laun ledakan jumlah penduduk itu akan menciptakan kesenjangan sosial antar masyarakat asli Tangerang Selatan dengan masyarakat pendatang.
Perebutan ruang di perkotaan merupakan cerita utama dalam proses pembangunan kota. Meningkatnya intensitas penetrasi kapital demi memuluskan investasi yang diyakini mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, mengakibatkan tersingkirnya ruang-ruang publik,â ujarnya.
Terbatasnya ruang kota, kata Subhkan akan membawa konsekuensi bahwa penggunaan ruang yang berlangsung secara terus-menerus akan melibatkan ketegangan di antara sejumlah kelompok kepentingan.
Hal itu dikarenakan tingginya permintaan akan ruang, baik oleh perorangan maupun oleh kelompok tertentu. Karena itu konflik yang menyangkut penggunaan lahan di perkotaan dapat timbul dengan mudah.
Diketahui, Kota Tangsel masih menjadi salah satu kota yang memiliki Laju pertumbuhan penduduk (LPP) tertinggi di Propinsi Banten.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sepanjang 2010 hingga 2017 pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan hingga 346,395 jiwa, dari 1,298,504 jiwa di 2010 menjadi 1,644,899 jiwa di 2017.
Diperkirakan angka pertumbuhan jumlah penduduk tersebut terus bertambah di 2019.
Kebijakan seperti, pengendalian jumlah penduduk melalui program KB (Keluarga Berencana) misalnya, ini tidak akan mengentaskan persoalan soal kesenjangan sosial ditengah masyarakat Tangsel di masa mendatang.
Pengendalian penduduk dengan program KB hanya menekan jumlah angka kelahiran, namun tidak menyelesaikan persoalan sosial terkait ledakan urbanisasi di kota Tangsel. [ars]
from RMOLBanten.com https://ift.tt/2Z0uuJO
via gqrds
0 Response to "Garbi: Ledakan Urbanisasi Di Tangsel Pertajam Kesenjangan Sosial"
Posting Komentar