Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Pengeroyokan Paskibra SMAN 1 Serang

SERANG – Kuasa hukum korban dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur berinisial A menyoroti penanganan perkara yang dinilai janggal oleh penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Serang Kota.

Mereka menuding penyidik tidak profesional dan terkesan melindungi sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam peristiwa kekerasan tersebut.

“Kami sangat kecewa dengan kinerja penyidik, khususnya Unit PPA Polresta Serang Kota. Sejak awal penanganan perkara ini, banyak kejanggalan yang kami temukan,” ujar kuasa hukum korban, Ferry Renaldy, Jumat (31/10/2025).

Menurut Ferry, penyidik hanya menetapkan satu anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan fisik, padahal berdasarkan keterangan korban dan bukti di lokasi, peristiwa tersebut melibatkan lebih dari satu orang.

“Di lokasi ada enam orang, termasuk korban. Namun penyidik tidak menerapkan Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak yang mengatur tentang pembiaran kekerasan terhadap anak,” tegasnya.

Ferry menyoroti pula belum ditetapkannya dua terduga pelaku dewasa, yakni Ariq Alfanto, anak anggota anggota dewan.

“Keduanya berada di lokasi kejadian, namun hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka. Kami mempertanyakan ada apa dengan Polresta Serang Kota?” ujarnya.

Selain itu, Ferry menilai tahapan penyidikan tidak sesuai prosedur. Hingga kini, penyidik belum melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), meski gelar perkara khusus di Polda Banten pada 16 Oktober 2025 telah merekomendasikan langkah tersebut.

“Seharusnya olah TKP dilakukan lebih dulu sebelum rekonstruksi. Tapi sampai sekarang belum ada,” katanya.

Pihaknya juga mengaku sempat menerima undangan rekonstruksi untuk Kamis pekan lalu, namun meminta agar waktu disesuaikan dengan waktu kejadian, yakni antara pukul 18.00–19.00 WIB. Permintaan itu ditolak, dan jadwal rekonstruksi justru diubah menjadi Selasa, 4 November 2025 pukul 10.00 pagi.

“Ini bukan sekadar soal waktu, tapi menyangkut hak anak korban. Saat itu jam sekolah, seharusnya aparat memahami prinsip perlindungan anak,” ujar Ferry.

Pihak kuasa hukum berencana melayangkan surat tembusan kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri, Kejaksaan Agung, Komisi III DPR RI, Bareskrim Mabes Polri, dan sejumlah lembaga pengawas lainnya.

Surat tersebut akan dilampirkan dengan pendapat ahli hukum pidana Kombes Pol (Purn) Prof. Dr. Dadang Herli, yang menilai terdapat unsur pembiaran terhadap kekerasan anak oleh pihak yang memiliki kendali atas korban.

Lebih lanjut, Ferry juga menemukan kejanggalan dalam proses pemeriksaan saksi. Ia menyebut ada perbedaan data antara hasil gelar perkara khusus dengan laporan perkembangan penyidikan (SP2HP).

“Dalam gelar perkara khusus tanggal 16 Oktober, beberapa saksi belum diperiksa. Tapi di SP2HP tertulis mereka sudah diperiksa sebelum tanggal itu. Ini janggal,” ungkapnya.

Ia menegaskan, pihaknya telah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik penyidik ke Divisi Propam Mabes Polri.

“Kami ingin proses hukum ini berjalan transparan dan adil bagi korban,” tambahnya.

Berdasarkan keterangan korban, Ferry menyebut ada tiga orang yang melakukan pemukulan, yakni tersangka berinisial A, serta dua lainnya yang diduga Ariq Alfanto dan Arliansyah.

“Satu pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi dua lainnya belum. Padahal korban menyebut mereka juga ikut memukul,” ujarnya.

Ia juga mengklaim memiliki rekaman video yang memperlihatkan peristiwa pemukulan tersebut.

“Dalam video itu terlihat anak yang merekam kejadian tanpa berusaha melerai. Itu juga bentuk pembiaran sebagaimana diatur dalam Pasal 76C,” katanya.

Selain itu, Ferry menilai pihak sekolah belum memberikan pendampingan psikologis kepada korban.

“Tidak ada psikolog yang disediakan pihak sekolah. Semua pendampingan dilakukan mandiri oleh keluarga,” ungkapnya.

Meski demikian, korban disebut masih bersekolah dan mengikuti kegiatan belajar seperti biasa, meski kondisi psikologisnya belum pulih sepenuhnya.

“Dari sisi psikis, anak masih trauma. Ketika diberitahu akan ada rekonstruksi pagi-pagi, dia bahkan bertanya, ‘Kenapa tidak malam seperti saat kejadian?’ Itu menunjukkan ia masih terguncang,” paparnya.

Sementara itu, Kanit PPA Polresta Serang Kota, IPDA Febby Mufti, membantah tudingan adanya pembiaran atau kelalaian dalam proses penyidikan.

Ia memastikan seluruh saksi telah diperiksa dan berkas perkara dalam tahap penyelesaian.

“Sudah ada 18 saksi yang kami mintai keterangan, termasuk orang tua yang merupakan anggota dewan. Selanjutnya kami akan melaksanakan rekonstruksi,” kata Febby.

Ia menegaskan, pendalaman lanjutan akan dilakukan setelah hasil rekonstruksi dievaluasi bersama ahli pidana dan jaksa.

“Dari hasil itu juga akan ditentukan apakah ada tersangka baru atau tidak,” tandasnya.

Rekonstruksi dijadwalkan pada Selasa, 4 November 2025, pukul 10.00 WIB, dengan dihadiri pihak kejaksaan.

Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo

 

The post Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Pengeroyokan Paskibra SMAN 1 Serang appeared first on BantenNews.co.id -Berita Banten Hari Ini.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kuasa Hukum Bongkar Kejanggalan Kasus Pengeroyokan Paskibra SMAN 1 Serang"

Posting Komentar