Implementasi Pidana Kerja Sosial di Banten Dimulai, Tantangan Teknis Masih Mengintai

SERANG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) terkait pelaksanaan pidana kerja sosial. Langkah strategis ini menjadi bagian dari persiapan menyongsong diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 1 Januari 2026, yang menekankan pendekatan hukum modern dan humanis bagi pelaku tindak pidana ringan.

Penandatanganan PKS berlangsung di Aula Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Senin (8/12/2025), dan dihadiri sejumlah pejabat kunci. Mereka di antaranya Gubernur Banten Andra Soni, Kepala Kejati Banten Bernadeta Maria Erna Elastiyani, Koordinator Direktorat B pada Jampidum Andri Ridwan, Direktur Utama PT Jamkrindo Abdul Bari, dan Kepala BNN Provinsi Banten Brigjen Pol Rahmat Nur Syahid. Hadir pula para Bupati dan Wali Kota, Kepala Kejari, serta pimpinan OPD se-Banten.

Gubernur Banten Andra Soni menegaskan bahwa kesiapan daerah menjadi faktor penting dalam keberhasilan penerapan substansi baru KUHP. Ia menyatakan komitmen penuh Pemprov Banten untuk mendukung implementasi pidana kerja sosial sebagai bentuk pemidanaan yang lebih progresif.

“Kita memasuki era pemidanaan yang lebih modern dan humanis. Pemprov Banten akan memastikan seluruh perangkat daerah siap mendukung implementasi pidana kerja sosial agar memberikan manfaat nyata bagi rehabilitasi dan kontribusi sosial,” tegas Andra.

Sebagai tindak lanjut dari PKS ini, Pemprov dan Kejati akan menyusun rencana aksi serta standar operasional prosedur (SOP) bersama. Pelaksanaan teknis di tingkat daerah nantinya melibatkan UPTD Perlindungan Sosial, pemerintah kabupaten/kota, RSUD, lembaga sosial, hingga Balai Pemasyarakatan (Bapas), dengan pengawasan jaksa dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.

Koordinator Direktorat B pada Jampidum, Andri Ridwan, memaparkan aspek teknis bahwa pidana kerja sosial diterapkan untuk perkara dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun. Durasi pidana ditetapkan antara delapan hingga 240 jam, dengan pelaksanaan maksimal delapan jam per hari dan diselesaikan paling lambat enam bulan.

Andri menambahkan, pidana ini hanya dapat dijatuhkan apabila ada persetujuan terdakwa. Selain itu, penerapannya harus mempertimbangkan kemampuan fisik, riwayat sosial, serta tidak boleh mengganggu mata pencaharian utama. Bentuk kerja sosial—seperti membersihkan fasilitas publik atau membantu kegiatan sosial—harus memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan tidak dikomersialkan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Jamkrindo, Abdul Bari, menegaskan pentingnya aspek pemberdayaan dalam ekosistem pemidanaan alternatif tersebut.

“Pidana kerja sosial bukan hanya soal pekerjaan fisik, tetapi bagaimana peserta kembali mendapatkan kapasitas dan produktivitas. Karena itu, kami mendorong pelatihan keterampilan teknis, penguatan UMKM, dan kegiatan pemberdayaan lain agar peserta kembali produktif dan mandiri,” ujar Bari.

Kerja sama ini mencakup mekanisme koordinasi antara Kejaksaan dan pemerintah daerah, penyiapan lokasi kerja sosial, standar pengawasan, hingga dukungan program pemberdayaan. Dengan kesepakatan ini, Banten memperkuat kesiapan implementasi KUHP baru secara efektif, proporsional, dan berorientasi pada kemanusiaan.

Tim Redaksi

The post Implementasi Pidana Kerja Sosial di Banten Dimulai, Tantangan Teknis Masih Mengintai appeared first on BantenNews.co.id -Berita Banten Hari Ini.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Implementasi Pidana Kerja Sosial di Banten Dimulai, Tantangan Teknis Masih Mengintai"

Posting Komentar