Tatanan Baru Dalam Tradisi ‘New Normal’

Oleh : Deni Darmawan, Ketua Web Keagamaan dan Dosen Universitas Pamulang Tangerang Selatan

Begitu banyak tradisi yang ada di negeri nusantara ini. Tradisi yang sudah sejak lama dibangun dari jaman nenek moyang. Tradisi-tradisi itu terbentuk dari kebiasaan masyarakat baik dari adat-istiadat atau kegiatan agama yang kemudian bercampur (akuturasi) sehingga menjadi sebuah budaya. Tradisi-tradisi tersebut sangat mengakar kuat dari masa kerajaan Hindu-Budha, masa kerajaan Islam, masa penjajahan, masa kemerdekaan dan seterusnya hingga masa milenial saat ini.

Tradisi-tradisi yang ada saat ini tidaklah ‘instan’, namun tumbuh dalam perjalanan waktu yang sangat panjang dan mempunyai makna filosofi yang kuat. Tradisi-tradisi itu sudah membumi dan menjadi karakter Indonesia. Tidak mudah meninggalkan tradisi yang sudah ada kemudian beralih ke tradisi yang baru. Walaupun sudah banyak masuknya budaya asing ke Indonesia melalui kemajuan teknologi atau berbagai aspek lainnya, namun tradisi-tradisi itu tidak mudah ‘luntur’ dalam perjalanan waktu.

Bahkan tradisi-tradisi itu menjadi pesona dan daya tarik tersendiri bagi turis asing atau lokal yang rela datang berdesakan hanya untuk melihat keunikan tradisi tersebut dalam setiap momentnya. Misalnya tradisi-tradisi keagamaan menjelang Ramadan seperti tradisi Dugderan di Semarang. Sebuah tradisi yang dilaksanakan setiap tahunnya, para pengunjung datang beramai-ramai memadati tradisi tersebut yang diisi dengan berbagai atraksi karnaval, pementasan tari, dan puncaknya ritual tabuh bedug tanda diresmikannya masuk bulan ramadhan.

Tradisi Dugderan selalu menjadi destinasi incaran wisatawan dalam dan luar negeri. Tradisi nyorog dari Betawi saat ini pun masih ditemukan. Tradisi ini mewajibkan kita untuk silataruhami dengan keluarga besar dengan membawa bingkisan mulai dari sembako, dan bahan makanan lainnya
Ada juga tradisi haul guru sekumpul di kota Martapura, Kalimantan Selatan. Tradisi ini mempunyai daya tarik tersendiri hingga jutaan jamaah dari berbagai daerah dan mancanegara berdatangan.

Walaupun tradisi haul dibatalkan pada maret lalu karena khawartir penularan Covid-19, namun para jamaah sudah datang lebih dulu hingga akhirnya para jamaah harus pulang dan melakukan isolasi di daerah dan negerinya masing-masing.

Ada juga tradisi yang sudah mendarah daging yaitu tradisi mudik. Bahkan di tengah Covid-19, tradisi mudik sudah menjadi hal yang wajib dilaksanakan. Walaupun pemerintah dan provinsi daerah sudah menganjurkan untuk tidak mudik, namun para pemudik tetap ‘nekat’ bahkan segala cara dilakoninnya walau sampai ‘ main umpet-umpetan’ dengan polisi agar bisa mudik ke kampung asalnya.
Belum lagi tradisi ziarah kubur. Walaupun masa PSBB belum usai, kita lihat diberbagi media banyak sekali para penziarah yang datang ke makam leluhurnya tanpa mempedulikan protokol kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa tradisi-tradisi tersebut tidak menghalangi mereka untuk bisa datang walaupun di tengah pandemi Covid-19.

Kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir? Wallahu’alam. Hingga saat ini vaksinnya belum ditemukkan. Mau tidak mau, suka tidak suka maka kita akan hidup berdampingan serta menyesuaikan hidup di tengah Covid-19 dengan tatanan hidup baru yang kita sebut sebagai ‘New Normal’.
Kalaupun kita sudah berkoar ‘bersatu melawan Corona’ maka kenyataanya pun kita akan berdamai, hidup bersandingan, agar tatanan ekonomi, sosial, agama bisa kembali sedia kala, namun dengan protokol kesehatan yang ketat. Bahkan untuk lebih mendisiplinkan protokol kesehatan di tengah masyarakat, TNI dan POLRI pun turut terjun langsung untuk mengawasi agar protokol kesehatan berjalan sesuai standar.

Tradisi ‘New Normal’ tentu bukan kembali kepada tradisi kondisi normal sebelum Covid-19, namun tradisi ini akan mengubah tradisi tatanan sebelumnya ke tatanan yang baru. Sebuah tatanan yang membentuk sebuah kebiasaan dan menjadi tradisi baru. Misalnya kebiasaan memakai e-commerce bukan lagi sekedarnya namun semakin meningkat. Kebiasaan mengadakan kajian, forum, seminar dan kegiatan serta tradisi lainnya dalam skala besar akan berubah menjadi kegiatan‘virtual’ yang jangkauan lebih luas menembus belahan negara. Kebiasaan belajar dalam kelas akan lebih sering menggunakan e-learning.

Tatanan baru ini juga akan membentuk kebiasaan hidup bersih dan sehat dari sebelumnya. Bahkan Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah menyusun protokol kesehatan seperti mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun atau hand sanitizer, hindari menyentuh wajah, menerapkan etika bersin dan batuk, gunakan masker, jaga jarak sosial minimal satu meter, isolasi mandiri jika merasa tidak sehat, dan menjaga kesehatan dengan pola makan bergizi, berjemur sinar matahari dan olah raga ringan.

Ajaran agama Islam sebenarnya sudah mengajarkan secara menyeluruh (Syamil Mutakammil) mengenai hidup bersih dan sehat. Dalam kajian fiqih selalu dimulai dengan bab thaharah (bersuci) agar hidup bersih secara zhahir dan bathin dalam beribadah dan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tradisi hidup bersih dan sehat bukan hal yang baru dalam dunia Islam, namun masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menyadari dan menghayati akan esensi ajaran tersebut.

Setelah lebaran, biasanya kita melaksanakan tradisi syawalan dan tradisi halal bi halal, namun hingga saat ini tradisi tersebut belum bisa dilaksanakan karena pandemi. Bisa jadi tradisi tersebut akan dialihkan secara virtual. Jika kita tetap akan melaksanakan tradisi-tradisi tersebut dalam tatanan baru (New Normal), penulis khawatir penularan Covid-19 akan kembali tinggi, mengingat tradisi disiplin masyarakat Indonesia masih sangat rendah, hingga protol kesehatan pun masih diabaikan. Penurunan angka penularan Covid-19 belum memuaskan. Test Covid-19 juga belum dilakukan secara menyeluruh. Jika itu belum terlaksana semua, maka ‘New Normal’ seperti dipaksakan. Tenaga medis yang menjadi garda terakhir akan dikorbankan.

Semoga Covid-19 benar-benar hilang dari muka bumi, agar kerinduan semarak tradisi di Indonesia akan kembali kita rasakan. Kalaupun tidak, mari kita jalani tradisi ‘New Normal’ dengan penuh kedisiplinan. Semoga..

(***)



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tatanan Baru Dalam Tradisi ‘New Normal’"

Posting Komentar