Pilkada Tangsel Rawan Pelanggaran Netralitas ASN, Politik Uang dan Manipulasi Bansos

RMOLBANTEN. Bawaslu RI menilai Pilkada Tangsel yang direncanakan berlangsung pada 9 Desember mendatang rawan akan pelanggaran.

Apalagi, saat ini isu pemetaan ASN untuk mendukung salah satu bakal calon (Bacalon) Walikota dan Wakil Walikota Tangsel terus berhembus. Ditambah dengan kondisi masyarakat yang terdampak Covid-19, bisa dimanfaatkan untuk menjalankan politik uang.

Koordinator Divisi Hukum Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar melihat, konteks sosial politik di Tangsel merupakan hal yang paling rawan.

"Kalau kita melihat Tangsel ini salah satu dasar dari indeks kerawanan, adalah konteks sosial politik. Konteks sosial politik itu adalah berkaitan dengan hubungan antara partai politik, kemudian para pemimpin daerah dan termasuk juga netralitas ASN," tutur Fritz di Kantor Bawaslu Tangsel, Jalan Alamanda, Rawa Buntu, Serpong, Selasa (30/6).

Terlebih, di Tangsel sendiri muncul bakal calon (Bacalon) dari petahana dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan bersaing merebut kursi nomor satu di Tangsel.

"Kalau kita lihat banyak bermunculan beberapa ASN yang sudah menyatakan dirinya akan menjadi calon Walikota, sebagaimana yang diinginkan oleh undang-undang dan bagaimana kita inginkan, kita semua bahwa netralitas ASN yang seharusnya netral gitu," ucapnya.

Sehingga, pada saat ada ASN atau petahana yang ingin mencalonkan diri, sudah seharusnya Bawaslu bisa melihat akan adanya potensi pelanggaran netralitas ASN.

"Bawaslu harus bisa melihat bagaimana potensi pelanggaran netralitas ASN itu sangat mungkin terjadi. Sehingga netralitas itu tetap dipatuhi, itu harus dilakukan, termasuk juga apabila muncul dugaan-dugaan pelanggaran itu harus segera dilanjutkan proses penindakannya," ungkap Fritz.

Pada Undang-undang nomor 5 tahun 2014, PP 42 dan PP 10 sangat jelas seorang ASN tidak boleh mencondongkan diri, tidak boleh melakukan proses pemihakan.

"Sehingga itu lah salah satu dasar kenapa netralitas ASN itu menjadi dasar atau indikator untuk menyatakan bahwa sebuah daerah itu rawan atau tidak," ujarnya.

Masih kata Fritz, Pilkada di masa pandemi Covid-19 tentu juga bisa menyebabkan kerawanan seperti tertular Covid-19 atau pun maraknya politik uang. Dimana politik uang di masa pandemi Covid-19 akan sangat nyata, dikarenakan banyaknya warga yang terdampak Covid-19.

"Memang dengan konsekuensi tetap melanjutkan Pilkada di masa pandemi ada beberapa tingkat kerawanan, adanya kemungkinan para penyelenggara pemilu itu terkena oleh Covid-19. Dan, kerawanan yang kedua adalah kemungkinan tingginya politik uang," papar Fritz.

"Kenapa muncul? Karena status ekonomi sekarang ekonomi melambat banyak yang di PHK sehingga peluang untuk politik uang itu semakin besar, karena ekonomi kita sedang mengakibatkan banyaknya di antara kita yang kehilangan pekerjaan," tambahnya.

Bahkan, pembagian bantuan sosial (Bansos) juga bisa dimanfaatkan sebagai ladang politik untuk berkampanye.

"Yang kerawanan ketiga adalah soal Bansos, dimana kita lihat sekarang kepala gugus tugas untuk Covid di masing-masing daerah adalah kepala daerahnya. Jadi, ada mungkin terbukanya seorang kepala daerah dia sambil melaksanakan tugas kepala gugus tugas, dia juga sambil menyebarkan pesan-pesan pada saat melakukan distribusi sembako dan bansos," tandasnya.

Fritz juga menuturkan, jika bansos bisa saja dimanipulasi memakai label atau foto bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Tangsel.

"Atau juga kepala daerah yang sengaja untuk membagikan bansos dengan memakai label atau foto atau nama kepala daerah ataupun lambaga-lambaga lainnya," tutup Fritz. [ars]



from RMOLBanten.com https://ift.tt/3ig8DDQ
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pilkada Tangsel Rawan Pelanggaran Netralitas ASN, Politik Uang dan Manipulasi Bansos"

Posting Komentar