Kurban Yang Berkeadaban

RMOLBANTEN. Kurban ialah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di dalam Islam. Berkurban diperintahkan sebagai tanda syukur atas nikmat Allah (Qs Al-Kautsar [108]: 2).

Ibnu Rusyd di dalam Kitab Bidayat al-Mujtahid menyebutkan bahwa kurban, menurut sebagian besar ulama, hukumnya sunah. Rasulullah Muhammad tidak pernah meninggalkan ibadah kurban.

Atas dasar itu, ada sebagian ulama yang menyatakan bagi yang mampu dan tidak sedang musafir, hukum kurban ialah wajib.

Tradisi berkurban


Spirit dan komitmen umat Islam melaksanakan ibadah kurban sangat tinggi. Seiring dengan meningkatnya kesalehan dan kesejahteraan ekonomi, jumlah hewan kurban yang disembelih terus bertambah. Kurban telah menjadi tradisi yang melembaga dengan nuansa kultural yang kuat.

Akan tetapi, tradisi berkurban perlu mendapatkan perhatian. Beberapa aspek dalam tradisi kurban perlu ditinjau kembali.

Pertama, masalah distribusi yang tidak merata. Jumlah hewan kurban melimpah dan berlebih di masjid perkotaan dengan jemaah aghniya (kaya), sementara di masjid perkampungan yang mayoritas jemaah kelas bawah kurban sangat terbatas, bahkan berkekurangan.

Kedua, penyembelihan yang cenderung komunal. Hewan kurban pada umumnya disembelih di masjid atau mushala. Tradisi ini berdasarkan pemahaman atas hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah menyembelih kurban di musala: lapangan tempat pelaksanaan salat (HR. Imam Bukhari dari Ibnu Umar).

Penyembelihan diselenggarakan secara amatiran dan terkesan menjadi "hiburan rakyat. Selain jagal yang tidak profesional, prosesi menyembelih tidak jauh beda dengan penganiayaan. Perlakuan yang kasar membuat hewan terlihat ketakutan dan menderita di tengah kerumunan massa. Nuansa ibadah dan ritual hilang.

Dengan jumlah kurban yang banyak, arena penyembelihan seakan menjelma menjadi ladang pembantaian yang mengerikan, terutama bagi anak-anak yang menyaksikan langsung tanpa tahu apa makna di balik semua yang mereka saksikan.

Ketiga, pembagian daging kurban yang karikatif dalam relasi atas-bawah'. Penerima kurban diperlakukan sebagai peminta-minta yang harus antre berjam-jam di bawah terik matahari Cara pembagian yang karikatif ini menelan korban jiwa. Ini adalah tragedi Ironisnya, masih terulang.

Berkeadaban


Kurban adalah ibadah untuk membangun jiwa kemanusiaan dan keadaban luhur. Tradisi kurban adalah cermin kemajuan dan keadaban umat Islam. Diperlukan perubahan atas tradisi yang tidak mencerminkan keluhuran ajaran Islam.

Pertama, diperlukan big data sehingga penerima (mustahilk) dan pemberi kurban (ahli kurban) terdata dengan baik. Pendataan dimaksudkan agar hewan kurban tidak terkonsentrasi di kota-kota besar dan masjid agung.

Tebar kurban di daerah tertinggal, terluar dan terpencil (3T) yang sudah mulai dirintis oleh beberapa lembaga filantropi patut diapresiasi dan perlu dikembangkan. Distribusi dan pengadaan kurban di daerah 3T juga dapat menggerakkan ekonomi masyarakat bawahdan pemberdayaan peternak.

Kedua, penyembelihan kurban lebih baik dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH). Memang terasa tidak afdal karena tidak melihat langsung hewan kurban.

Akan tetapi, penyembelihan di RPH juga harus dilaksanakan sesuai syariat. Hewan disembelih oleh jagal muslim yang profesional, juga terjamin kebersihan dan terjaga keamanannya karena tidak ada kerumunan massa.

Klaster pandemi covid-19 berkembang melalui kontak raga di kerumunan massa. Islam mengajarkan agar hewan disembelih dengan ihsan: pisau yang tajam. penuh kasih sayang dan tidak menyakiti binatang.

Penyembelihan yang amatiran harus diakhiri. Jika hewan kurban disembelih di masjid, musala, perkantoran, dan sebagainya, seyogianya dilakukan oleh jagal profesional

Ketiga, daging kurban sebaiknya diantar langsung kepada penerima. Dengan cara itu, penerima akan merasa terhormat dan terhindar dari kemungkinan tertular atau menularkan virus korona. Metode lain yang mulai dirintis ialah penyerahan dalam bentuk daging olahan seperti rendang, dendeng. dan cara lain yang tahan lama.

Saatnya kita berubah dari tradisi kurban yang komunal dan tidak islami menuju ibadah kurban yang berkeadaban. Kurban adalah momentum untuk menumbuhkan jiwa kemanusiaan dan sifat utama dengan berderma. Di tengah pandemi korona, sedekah kita sangat bermakna, berapa pun jumlahnya.[dzk]

Abdul Muti

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

from RMOLBanten.com https://ift.tt/3hQYSLs
via gqrds

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kurban Yang Berkeadaban"

Posting Komentar